Rabu, 25 Januari 2017

pernikahan yang dilarang dalam islam



Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
1.      Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah adalah perkawinan untuk masa tertentu; dalam arti pada waktu akad dinyatakan masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya. Dari segi rukun nikah tidak ada yang terlanggar, namun dari segi persyaratan ada yang tidak terpenuhi yaitu ada masa tertentu bagi umur perkawinan.
Dinamakan Nikah Mut’ah karena laki-lakinya bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu saja. Oleh sebab itu membahayakan wanita juga, karena ia ibarat benda yang dipindah dari tangan satu ketangan yang lain, juga merugikan anak-anak mereka, karena mereka tidak mendapatkan rumah, tidak memperoleh pemeliharaan dan pendidikan dengan baik.
2.      Nikah Tahlil atau Muhalil
Nikah Tahlil atau Muhalil adalah perkawinan yang dilakukan untuk menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada istrinya. Perkawinan ini tidak menyalahi rukun yang telah ditetapkan; namun karena niat orang yang mengawini itu tidak ikhlas dan tidak untuk maksud sebenarnya, perkawinan ini dilarang oleh Nabi dan pelakunya baik laki-laki yang menyuruh kawin atau laki-laki yang menjadi penghalal itu dilaknat
Namun, apabila kawinnya dengan suami kedua ini secara benar sehingga dua-duanya dapat merasakan madu kecil (bersetubuh), kemudian bercerai atau ditinggal mati maka perempuannya halal dikawin kembali oleh suami pertama bila masa ‘iddahnya telah habis.
3.      Nikah Syigar
Nikah Syigar ialah perbuatan 2 orang laki-laki yang menukarkan anak perempuannya untuk dinikahi oleh laki-laki tersebut dan menjadikan pernikahan itu sebagai maharnya. Dalam bentuk nyata ialah : seorang laki-laki berkata sebagai ijab kepada seorang laki-laki lain “Saya kawinkan anak perempuan saya bernama si A kepadamu dengan mahar saya mengawini anak perempuan mu yang bernama B”. Laki-laki lain menjawab dalam bentuk qabul: “Saya terima mengawini anak perempuan mu yang bernama si A dengan maharnya kamu mengawini anak perempuan saya yang bernama B”.
Yang tidak terdapat dalam perkawinan itu adalah mahar yang nyata dan adanya syarat untuk saling mengawini dan mengawinkan. Oleh karena itu perkawinan dalam bentuk ini dilarang.
            Ada pula beberapa orang-orang yang diharamkan untuk dinikahi, berikut penjelasannya :
a.       Mahram Muabbad yaitu orang-orang yang haram melakukan pernikahan untuk selamanya ada 3 kelompok :
1. Disebabkan karena adanya hubungan kekerabatan (nasab).
Adapun perempuan-perempuan yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki untuk selamanya karena hubungan nasab sebagai berikut :
Ø  Ibu, ibunya ibu dan seterusnya keatas;  ibunya ayah dan seterusnya keatas.
Ø  Anak, anak-anak dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah; anak dari anak perempuan dan seterusnya kebawah.
Ø  Saudara-saudara kandung, seayah atau seibu.
Ø  Saudara-saudara ayah.
Ø  Saudara-saudara ibu.
Ø  Anak-anak dari saudara laki-laki, anak-anaknya dana seterusnya kebawah.
Ø  Anak-anak dari saudara perempuan, anak-anaknya dana seterusnya kebawah.
Sebaliknya seseorang perempuan tidak boleh nikah untuk selamanya karena nasab antara lain:
Ø  Ayah, ayahnya ayah dan ayahnya ibu dan seterusnya ke atas.
Ø  Anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki atau anak laki-laki dari anak perempuan.
Ø  Saudara-saudara laki-laki kandung, seayah atau seibu.
Ø  Saudara-saudara laki-laki ayah.
Ø  Saudara-saudara laki-laki ibu.
Ø  Anak laki-laki saudara laki-laki.
Ø  Anak laki-laki saudara perempuan.
2. Haram pernikahan karena adanya hubungan pernikahan (Mushaharah).
      Bila seorang laki-laki melakukan pernikahan dengan seorang perempuan, maka terjadilah hubungan antara laki-laki dengan kerabat si perempuan begitu pula sebalikya.
Perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi karena hubungan mushaharah :
Ø  Perempuan yang telah dinikahi oleh ayah, baik perempuan itu telah digauli oleh ayah ataupun belum.
Ø  Perempuan yang telah dinikahi oleh anak laki-laki, baik perempuan itu telah digauli oleh anak ataupun belum.
Ø  Ibu atau ibunya ibu dari istri, baik istri itu telah digauli atau belum.
Ø  Anak-anak perempuan dari istri dengan ketentuan istri itu telah digauli.
Laki-laki yang tidak boleh dinikahi karena hubungan mushaharah :
Ø  Laki-laki yang telah mengawini ibunya.
Ø  Ayah- ayah dari suami.
Ø  Anak-anak dari suaminya.
Ø  Laki-laki yang pernah menikahi anak perempuannya.
3. Karena hubungan persusuan.
Adanya hubungan persusuan ini muncul dengan dua syarat :
Ø  Anak yang menyusu masih berumur 2 tahun, karena dalam masa tersebut susu si ibu akan menjadi pertumbuhannya.
Ø  Si anak menyusu sebanyak 5 kali susuan, karena bila kurang dari itu belum akan menyebabkan pertumbuhan.
Adapun perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya karena hubungan susuan ini adalah ibu yang menyusukan dan perempuan-perempuan yang menyusu kepada ibu itu. Hubungan susuan ini juga berkembang kepada hubungan nasab seperti ibunya yang menyusui,neneknya, saudaranya dan anak-anaknya. Berkembang juga kepada hubungan mushaharah.
b.      Mahram ghairu muabbad adalah larangan untuk menikah yang berlaku untuk sementara waktu karena suatu hal; jika hal tersebut sudah tidak ada maka larangan itu tidak berlaku lagi. Antara lain sebagai berikut :
1. Memadu dua orang yang bersaudara. Bila istrinya telah diceraikan, boleh ia nikah dengan saudara perempuannya.
2. Pernikahan yang kelima. Kecuali bila salah seorang dari istrinya yang berempat telah diceraikan.
3. Perempuan yang bersuami, dalam masa iddah dan perempuan yang sedang hamil.
4. Mantan istrinya yang telah ditalak tiga sampai ada muhalil.
5. Perempuan yang sedang ihram.
6. Perempuan pezina sebelum bertaubat.
7. Perempuan musyrik kecuali bila ia telah masuk islam.

Jual Beli dalam Islam



JUAL BELI DALAM ISLAM

A.    Pengertian Jual Beli
Jual beli  atau dalam bahasa arab (البيع)  menurut etimologi adalah:
مُقَابَلَةُ شَيْئٍ بِشَيْئٍ
“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”
Sedangkan menurut istilah jual beli adalah akad yang dilakukan oleh dua pihak, di mana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang atas dasar saling merelakan (Ridho).
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan al-qur’an, sunah, dan ijma’ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’. Adapun dasar hukum dari al-qur’an dan hadits yaitu:
1.   Surah Al-Baqarah (2) ayat 275:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَواْ
“Allah telah Menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’” (QS. Al-Baqarah [2]: 275)
2.   Hadits Ibnu Umar:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الْأَمِيْنُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Dari ibn Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw: “Pedagang yang benar (jujur) dapat dipercaya dan muslim, beserta para syuhada pada hari kiamat”. (HR. Ibn Majah)
B.     Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada 4, yaitu:
1.      Penjual
2.      Pembeli
3.      Shighat (lafadz ijab dan qobul)
4.      Ma’qud ‘Alaih (objek akad)
a. Syarat ‘aqid (orang yang melakukan akad)
1) ‘Aqid harus berakal  yakni Mumayyiz. Maka tidak sah dilakukan oleh orang gila dan anak yang belum berakal. Hanafiyah tidak mensyaratkan ‘aqid harus baligh. Dengan demikian, ‘akad yang dilakukan oleh anak yang mumayyiz (mulai umur 7 tahun), hukumnya sah.
2) Áqid harus berbilang (tidak sendirian). Hal ini karena dalam jaul beli terdapat dua hak yang berlawanan, yaitu menerima dan menyerahkan.
b. Syarat ma’kud alaihi (objek akad)
1) barang yang dijual harus maujud (ada)
2) barang yang dijual harus Maal Mutaqowwim (barang yang bisa dikuasai secara langsung dan bermanfaat)
3) barang yang dijual harus milik penuh.
4) barang yang dijual harus bisa diserahkan pada saat dilakukannya akad jual beli.
C.    Perkembangan Jual Beli di Era Modern
Seiring berjalannya waktu, maka semakin berkembang pula aktifitas dari berbagai sisi. Begitu pula pada jual beli. Maka di sini kami akan membahas beberapa jenis jual beli yang berkembang saat ini: 
1.      Jual Beli Online
Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang yang bisu dapat diganti dengan isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menyampaikan kehendak. Hal yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.
Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via pos dan jual beli online seperti saat ini. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan dalam satu majelis akad, tetapi melalui pos atau surat menyurat, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara. Dalam pemahaman sebagian ulama, bentuk ini hampir sama dengan bentuk jual beli salam, hanya saja antara penjual dan pembeli tidak berada dalam satu majelis akad.

2.      MLM (Multi Level Marketing)
      System penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. System penjualan ini, menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya. Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar yang direkrut oleh promotor. Untuk menjadi keanggotaan MLM (Multi Level Marketing) seseorang diharuskan mengisi  formulir dan membayar uang dalam jumlah tertentu. Pembayaran, pembelian dan perekrutan anggota sebagai syarat untuk  mendapatkan poin tertentu.
Transaksi jual beli dengan menggunakan system MLM menurut Islam hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut.
1. Di dalam transaksi metode MLM seorang anggota mempunyai dua kedudukan. Kedudukan pertama sebagai pembeli produk, kedudukan kedua sebagai makelar (harus berusaha merekrut anggota baru). Sedangkan di dalam Islam hukum melakukan satu akad yang menghasilkan dua akad sekaligus itu dilarang.
2. Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sebagai sekedar sarana untuk mendapatkan poin yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan belum tentu ia dapatkan. Hal ini pun terjadi dalam perjudian.
3. Di Dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah: Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di Dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan, yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level paling atas. (oleh Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA)






Sejarah Peradaban Islam Fase Mekkah dan Madinah



SEJARAH PERADABAN ISLAM
A. PERADABAN PERIODE KENABIAN FASE MEKKAH.
  1. Letak Geografis Kota Mekkah
Makkah pada zaman pra Islam terletak di garis lalu lintas hubungan perdagangan antara negeri Yaman di selatan dan negeri Syam di utara. Kedua negeri ini ada waktu itu sudah memiliki peradaban yang cukup tinggi, karena hubungannya yang erat dengan kerajaan Romawi di utara dan Abesinia di Selatan.
Karena letak kota Makkah hampir berada di tengah-tengah jazirah Arab, maka tidaklah terlalu sulit bagi kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru untuk mencapainya apalagi di kota ini terdapat Ka’bah atau Baitullah, yang sejak dahulu kala memang sangat dimuliakan oleh seluruh bangsa Arab. Setiap tahun banyaklah kabilah-kabilah Arab yang datang berziarah ke kota Makkah, baik karena ingin beribadah di Baitullah, atau pun sebagai tempat persinggahan kafilah dagang mereka. Maka tidak mengherankan jika kota Makkah menjadi kota yang amat penting di Jazirah Arab, dan semangat dagang pun berkembang pesat di kalangan penduduknya.
Sejak semula kota Makkah dikuasai oleh Suku Jurhum. Tetapi ketika bendungan Ma’rib di negeri Yaman pecah dan menimbulkan mala petaka, datanglah Suku Khuza’ah ke kota Makkah dan mengalahkan Suku Jurhum, sehingga berpindah pulalah kekuasaan kota Makkah ke tangan Suku Khuza’ah, yang dipegangnya selama berabad abad secara turun temurun.
Pada kira kira abad kelima Masehi salah seorang pemimpin Quraisy yang berasal dari Bani Adnan bernama Qushai bin Kilab (kakek keempat Nabi Muhammad), telah berhasil merebut kekuasaan kota Makkah dari Suku Khuza’ah sehingga berpindah pulalah pengurusan kota Makkah baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang keagamaan kepada kaum Quraisy. Dengan suara bulat seluruh kabilah bangsa Arab mengakui kekuasaan kaum Quraisy ini, sesuai dengan keyakinan mereka bahwa yang berhak mewarisi Ka’bah adalah keturunan Nabi Ismail as.
Dengan dukungan penuh dari segenap kabilah-kabilah Arab itu, mulailah kaum Quraisy menjalankan roda pemerintahan kota Makkah dengan cara-cara yang bisa dipertanggung jawabkan. Kesadaran bahwa kepentingan kota harus didahulukan dari kepentingan suku mulai juga tumbuh di dalam jiwa mereka. Mereka senantiasa menghindari terjadinya pertumpahan darah di dalam kota Makkah karena hal itu berarti menodai kesuciannya, seperti yang sudah menjadi keyakinan mereka sejak berabad abad sebelum itu.
Walaupun begitu, karena tidak adanya pegangan yang kokoh dan pemimpin yang menunjukkan mereka ke jalan yang benar, banyak di antara penduduk kota Makkah yang menodai kesucian Baitullah dalam bentuk perbuatan perbuatan syirik dengan mendirikan berhala-berhala yang mereka sembah di sekitarnya, sementara penguasa kota Makkah dan pengurus Baitullah tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
Perang antar suku tidak memakan waktu lebih dari beberapa hari setiap tahun. Pada masa antar peperangan orang makkah memiliki waktu cukup leluasa untuk berdagang, bersenang-senang dan menikmati hidup umumnya. Mereka suka minum-minuman keras, wanita, sya’ir, dan melewatkan malam-malam musim panas yang hangat dalam hura-hura. Muhammad, kini di ambang kedewasaannya, tidak tertarik pada kesenangan-kesenangan malam seerti itu.
 Ia memiliki fikiran yang menukik ke dalam serta mata hati yang tajam, dan berpendapat bahwa ada jauh lebih banyak yang bisa dilihat dan di dengar di dunia yang menakjubkan ini sehingga memberikan kegembiraan lebih besar dibandingkan dengan minum-minum dan bermabuk mabukan.
 Sebagaimana anak muda Makkah lainnya ia bekerja sebagai penggembala dan ia menggembalakan domba orang lain. Mengenang menjadi penggembala itu, bertahun tahun kemudian, ia berkata, “Musa menjadi Nabi sambil menggembala domba dan Daud menjadi Nabi sambil menggembala domba orang lain dan aku pernah menggembalakan domba orang lain di Al-Ayyad. Allah belum pernah menjadikan seorang nabi yang bukan penggembala”. Pekerjaan ini selaras dengan sifat lurus hati dan suka merenungnya. Ia menyukai keluasan ruang yang terbuka, tingginya gunung, luasnya langit, serta setiap keagungan ciptaan Allah, jauh dari jalan-jalan sempit kota Makkah, jauh dari takhayul picik dan penyembahan bodoh orang Makkah terhadap berhala batu.
  1. Flashback diutusnya Muhammad SAW.
Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT. Beliau berasal dari nasab yang mulia dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim. Beliau memperkenalkan diri beliau kepada umatnya dengan bertutur :
ان الله عزوجل اصطفى كنانة من ولد اسماعيل عليه الصلاة والسلام، واصطفى قريشا من كنانة بنى هاشم، واصطفانى من بنى هاشم
“Sesungguhnya Allah memiliki Kinanah dari anak ismail as. Dan memilih Quraisy dari Kinanah, dan memilih Quraisy bani Hasyim, dan memilih ku dari Bani Hasyim.”
Ibnu Al-Qoyyim mengatakan: “Beliau (Nabi Muhammad SAW.) adalah orang yang paling baik nasabnya didunia dan diakui oleh lawan-lawannya.” Beliau diutus oleh Allah untuk mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan, menjadi penebar rahmat , perbaikan akhlak dari segala bidang sebagai program andalan.
Mengingat tugas beliau yang berat, yaitu memperbaiki wajah dunia yang telah coreng-moreng oleh kejahiliyahan, Allah telah mempersiapkan Muhammad kearah kenabian meski tanpa disadari, diantaranya :
1. Tempat tinggal Muhammad kecil di sebuah desa alam yang segar, jauh dari pengaruh kota.
2. Hidup dalam keprihatinan, membuat lebih kuat menjalani segala rintangan.
3. Latihan kesabaran dengan menggembala kambing.
4. Menimba pengalaman internasional, ikut armada perang suku Qurasy.
5. terlahir dikeluarga mulia dan dikenal mengerjakan perbuatan yang mulia saja.
            Meskipun kelebihan Muhammad sudah terlihat bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, tetapi tetap tidak cukup untuk menghadapi tantangan masyarakat pada saat itu yang seolah-olah sepakat mendustakan Muhammad yang dahulunya secara aklamasi mereka akui kejujurannya. Dan masih banyak lagi Allah bekali Muhammad untuk memperkuat kepribadiannya.
  1. Kondisi Objektif Masyarakat Arab saat Nabi Diutus.
  1. Kondisi Keagamaan.
Arab ketika itu hampir tenggelam dalam kepercayaan jahiliyah. Sisa-sisa penganut agama Ibrahim sangat langka dan tidak terdengar lagi suaranya.  Virus kepercayaan jahiliyah begitu dahsyat sehingga merambah hampir seluruh lapisan masyarakat. Diantaranya :
  • Orang Arab Musyrik tahu siapa Allah, tetapi mereka meminta syafaat kepada tuhan-tuhan palsu.
  • Taklid mereka sangat kuat dengan apa yang dilihat dari orang tua dan nenek moyang mereka. Yang sebagian besarnya menyimpang dari ajaran yang sesungguhnya.
  • Masuknya unsur berhala dalam ritual haji. Meletakan patung-patung disekitar Ka’bah.
  • Menambah dan mengurangi ajaran ibadah sesuai hawa nafsu dan kehendak mereka. mereka tidak wukuf sebgaimana orang lain wukuf. Tambahan ibadah yang mereka lakukan diMasjidil haram yaitu sembahyang dengan siulan dan tepuk tangan. Serta mempersembahkan sesajen untuk para patung.
  • Pada akhlak dan budaya meraka : bangga dengan garis keturunan, mencela nasab, meminta hujan dengan pertolongan bintang, mencela seseorang dengan mebawa-bawa nama orang tua, sombong dengan posisi mereka sebagai penguasa Masjidil Haram, praktik perdukunan marak dikalangan mereka dan meminta perlindungan kepada jin.
Agama yang masih bertahan yaitu Yahudi dan Nasrani. Adapula agama lain yang ada meskipun jumlahnya sedikit adalah hunafa’. Mereka tidak menyembah berhala dan hanya menyembah Allah SWT. Sebagian mereka berasal dari Ahli Kitab dan yang lain menganggap bahwa mereka menganut agama Ibrahim as. yang menunggu datang nya nabi terakhir.
  1. Kondisi Politik dan Hukum.
Kondisi politik di Hirah, Syam dan Hijaz sangat rusak. Terbagi dalam 2 kelas yaitu tuan dan budak. Rakyat terombang ambing dalam kesesatan yang diliputi kezaliman. Sedangkan keamanan relative stabil diMekkah, hampir tidak terjadi peperangan sebelum islam kecuali perang Fijar. Hal ini disebabkan oleh keberadaan Ka’bah yang selalu dikunjungi setiap tahunnya. Tetapi pencegatan dijalan-jalan merajalela dan pemerintahannya yang amat lemah. Buktinya, ketika Mekkah diserang oleh pasukan Abrahah, mereka tidak mampu melakukan apa-apa.
  1. Kondisi Sosiokultural
  • Hubunngan laki-laki dan perempuan sudah rusak.
  • Budaya miras mengakar.
  • Kondisi negri arab secara umum dapat dilihat dari pembicaraan antara Yazdajir dengan Mughiroh bin Syu’bah : Yazdajir berkomentar tentang kondisi arab ketika Mughiroh mengajaknya untu masuk Islam : “Aku tidak mengetahui ada manusia diatas kolong langit ini yang lebih sengsara, tidak diperhitungkan dan paling kacau. Dahulu kami memberi kalian daging, kalian tidak akan memerangi Pesia dan tidak terlintas untuk melakukan hal tersebut…” Mughiroh berkata : “Apa yang engkau katakan tentang kami dahulu itu benar. Tidak ada yang lebih jelek kondisinya dari kami, lapar kami tidak menyerupai lapar. Dahulu kami memakan binatang yang menjijikan, kalajengking dan ular, kami menganggap bahwa itulah makanan kami. Rumah kami adalah kolong langit, dan kami tidak berpakaian kecuali dari bulu unta dan kibas. Agama kami adalah saling membunuh dan menjegal diantara kami. Diantara kami ada orang yang mengubur anaknya hidup-hidup karena tidak suka melihat anak perempuan tersebut makan dari nafkah orang tuanya. Itulah kondisi kami dahulu.”
  1. Kondisi Ekonomi
Pada saat itu pertanian terdapat dipinggiran jazirah arab, seperti Yaman, Syam, dan sebagian daerah oase yang tersebar. Sedangkan perdagangan adalah pendapatan primadona masyarakat Mekkah dan Qurasy. Perdagangan ini tidak cukup aman karena banyaknya penyamun yang selalu mengintai ekspedisi dagang. Sementara itu, ekonomi ribawi adalah landasan ekonomi mereka.
  1. Dakwah Nabi Muhammad SAW. di Mekkah.
Untuk mencetak manusia yang berakhlak seperti yang tertuang dalam tugas yang diemban beliau, beliau memulainya dengan menyemai benih tauhid ke dalam hati-hati para sahabat. Ayat-ayat Makkiyah adalah bukti konkret  bahwa tauhid adalah isi dakwah utama beliau. Begitu juga kata “ahad,ahad” yang keluar dari mulut Bilal saat disiksa oleh tuanya merupakan bukti lain bahwa stressing dakwah beliau adalah tauhid.
Selain akidah, masalah sosial juga mendapat perhatian pada dakwah di Makkah. Seperti contoh memerdekakan hamba sahaya, memberi makan yang kelaparan, memerhatikan anak yatim dan fakir miskin yang kala itu amat ditentang oleh kaum kafir Quraisy.
Ajaran lain yang ditanamkan oleh Rasulullah dalam rangka pembentukan kepribadian mulia adalah dengan mengajarkan secara bertahap ajaran-ajaran yang diturunkan Allah, seperti tahapan larangan meminum khamr.
Rasulullah mengambil langkah-langkah bertahap dalam pencapaian dakwah; sebagai berikut :
a. Tahapan dakwah secara rahasia selama 3 tahun.
Pada masa ini orang-orang yang masuk islam adalah yang terdekat dengan Rasulullah SAW. Orang-orang yang pertama masuk Islam (Assabiqunal Awalun) adalah Khadijah, istrinya. Selanjutnya Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, lalu Abu bakar As-Shidiq, teman dekat Rasulullah. Abu bakar aktif berdakwah memanfaatkan posisinya sebagai seorang pedagang, pakar tentang nasab, dan orang yang supel yang sering dikunjungi oleh masyarakatnya. Orang yang masuk Islam karena ajakan beliau adalah: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah. Delapan orang inilah yang merupakan pelopor Islam generasi pertama, mereka melakukan shalat dan membenarkan apa yang disampaikan Rasulullah.
Ayat-ayat yang turun saat itu adalah ayat-ayat pendek yang memiliki perhentian indah, penyempaiannya yang tenang, dan sejalan dengan kondisi saat itu yang sensitive. Rasulullah membimbing merekapun dengaan cara yang Rahasia. Meskipun mereka berusaha untuk tidak menampakan perbedaan dengan masyarakat umumnya, tetapi akhirnya berita tentang ajaran baru tercium juga.
b. Tahapan dakwah secara terang-terangan terhadap penduduk Mekkah, mulai tahun keempat kenabian sampai akhir tahun kesepuluh kenabian.
Adapun metode yang dilakukan Nabi pada tahapan ini adalah sebagai berikut :
Ø  Mengundang bani Hasyim ke rumahnya, dilakukan 2x untuk menjelaskan bahwa beliau diutu oleh Allah.
Ø  Undangan terbuka kepada seluruh masyarakat Quraisy di Bukit Shafa. Disini beliau ingin melihat bagaimana pandangan masyarakat Quraisy terhadap kepribadian beliau.
Ø  Menyatakan sikap tegas terhadap hakkikat ajaran yang dibawa dan mengecam keyakinan keliru yang tersebar di masyarakat. Setelah turunnya ayat 94 surat Al-Hijr.
Ø  Melakukan pembinaan dan pengkaderan intensif dirumah Arqam bin Abil Arqam.
Ø  Menyuruh kaum muslimin untuk hijrah ke Habsyah dengan tujuan menyelamatkan sebagian iman kaum muslimin dari fitnah (tahun ke lima kenabian).
c. Tahapan dakwah diluar Mekkah, dari akhir tahun 10 kenabian sampai hijrah ke Madinah.
  • Melakukan perjalanan ke Thaif ditemani Zaid bin Haritsah. Setiap melewati kabilah menyerukan kepada Islam meskipun tidak ada yang merespon.
  • Diantara hasil dakwah gerilya Rasulullah adalah masuk Islamnya 6 orang dari penduduk Yastrib. Setelah pulang ke Madinah, mereka mendakwahkan Islam pada kaum mereka, sehingga rumah-rumah kaum ansar tidak ada satu rumah pun yang tidak menyebutkan Rasulullah.
  • Bai’at Aqobah I (tahun ke-12 kenabian), jumlah peserta bai’at 12 orang.
  • Bai’at Aqobah II (tahun ke-13 kenabian), jumlahnya 70 orang laki-laki dan 2 orang wanita.
  • Hijrah ke Madinah.
B. PERADABAN PERIODE KENABIAN FASE MADINAH.
  1. Letak Geografis Kota Madinah.
Kota Yatsrib terletak di suatu lembah yang sangat indah, kurang lebih 447 km, Sebelah utara Makkah. Udaranya sejuk bersih, tanahnya subur dan airnya melimpah. Pada beberapa bagian, Yatsrib dikelilingi oleh bukit-bukit batu dan pohon-pohon kurma yang tumbuh sangat lebat. Keadaan ini membuat kota Yatsrib seolah-olah dibentengi oleh benteng alam yang sangat kokoh, sehingga menyulitkan musuh untuk mengadakan serangan mendadak dalam jumlah tentara yang besar.
      Satu satunya bagian yang terbuka, adalah bagian utara kota yang pada waktu perang Khandaq pernah digali parit besar oleh Rasulullah SAW. Sungguh merupakan suatu hikmah ilahiyah yang sangat dalam dan besar nilainya, tatkala Allah SWT menetapkan kota ini sebagai usat perjuangan yang baru sesudah Makkah, dalam menyebarkan agama Islam.
 Sejak semula penduduk kota Yatsrib terdiri dari dua bangsa yang hidup berdampingan yaitu bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Mereka berkelompok dan menempati bagian bagian tertentu dari kota Yatsrib, baik di pusat kota maupun di pinggiran. Dua bangsa ini tidak selamanya hidup rukun dan damai. Seringkali antara keduanya terjadi bentrokan dan peperangan, karena adanya kepentingan yang berbeda.
            Bangsa Arab terdiri dari dua suku bangsa atau kabilah, yaitu Suku A’us dan Suku Khazraj. Sebelum Islam, kebanyakan dari dua suku ini adalah penyembah berhala dan suku menyekutukan Allah dengan berbagai cara, seperti lazimnya bangsa Arab pada saat itu. Antara kedua suku bangsa Arab ini, seringpula terjadi pertentangan dan peperangan yang berlarut larut, hanya karena masalah-masalah kecil dan sepele.
     Sedangkan bangsa Yahudi Yatsrib, terdiri dari 3 suku bangsa yaitu Qainuqa’, Bani Nadlier dan Bani Quraidzah. Di antara mereka banyak terdapat pendeta-pendeta yang sedikit banyak telah mengetahui perihal tanda-tanda kedatangan Rasul terakhir. Hubungan antara ketiga suku bangsa Yahudi ini tidak pernah baik dan harmonis. Seringkali terjadi bentrokan-bentrokan dan perbedaan pendapat yang tidak ada ujung pangkalnya.


  1. Islam Tersiar di Kota Madinah (Yastrib)
Sepuluh tahun sudah lamanya Nabi Muhammad menyeru kaumnya penduduk makkah untuk mengikuti ajarannya. Banyak juga hasil yang telah beliau capai selama itu, di samping bermacam-macam rintangan yang harus dihadapinya dengan penuh ketabahan. Memasuki tahun ke-11 dari kenabiannya, beliau mulai berfikir untuk memperkenalkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya yang datang dari luar kota Makkah untuk berziarah ke Baitullah, setiap musim haji tiba.
Pada bulan haji ke-11 kenabian ini, mulailah beliau melaksanakan rencananya dan menyeru beberapa kabilah Arab untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kaum Quraisy Makkah tidak tinggal diam. Dengan berbagai cara mereka berusaha menghalang halangi usaha Nabi, sehingga tidak sedikit dari kabilah-kabilah tersebut yang menolak ajakan beliau dengan kasar, disertai hinaan dan cacian yang menyakitkan hati, antara lain kabilah Bani Hanifah yang di dalamnya termasuk Musailamah Al-Kadzab, yaitu seorang Munafik yang pernah mengaku nabi, beberapa waktu sesudah Nabi Muhammad wafat.
Tetapi di samping itu, banyak pula di antara bermacam-macam kabilah itu yang menerima ajakan Nabi dengan penuh kesungguhan, kemudian menyatakan masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat di hadapan Nabi sendiri, sekali pun untuk itu mereka terpaksa melakukannya secara diam-diam, karena ancaman para pemuka Quraisy.
Di antara mereka yang menerima ajakan Nabi, ialah penduduk kota Yatsrib, yang sebelumnya memang sudah banyak mendengar tentang tanda-tanda kedatangan Rasul terakhir dari para pendeta Yahudi di kotanya. Setelah mereka pulang kembali ke Yatsrib, mereka berusaha mengenalkan agama Islam kepada kaum kerabatnya, serta mengajaknya untuk beriman dan masuk Islam bersama-sama. Dalam waktu yang amat singkat, agama Islam mulai dikenal orang di Yatsrib dan menjadi buah bibir serta bahan pembicaraan penduduk sehari-hari.


  1. Para Sahabat Mulai Berhijrah ke Yatsrib
Begitu kaum Quraisy mendengar bahwa Islam sudah tersiar luas di kalangan penduduk Yatsrib, mulailah mereka melancarkan serangan dan rongrongan yang jauh lebih lebar dari sebelumnya kepada Nabi dan para sahabat. Maka Nabi pun memerintahkan kepada para sahabat untuk mulai melaksanakan hijrah ke Yatsrib secara bertahap tahap dan diam-diam.
Ketika berita sampai ke Yatsrib bahwa Rasul dapat lari menyelamatkan diri dari kejaran orang-orang Quraisy dan sedang menempuh perjalanannya menuju ke kota mereka, kaum Muslimin Yatsrib menunggu dengan harap dan cemas di dalam hati. Mereka tahu perjalanan itu cukup lama dan lagi pula musuhnya banyak dan kuat. Setiap hari mereka pergi menuju pinggiran kota dengan harapan dapat menyambut tamu yang sangat mereka hormati.
Para sahabat Muhammad, yang telah dikirim sebelumnya adalah orang-orang yang berpandangan luas, berpengetahuan lagi berdedikasi. Banyak penduduk Yatsrib menjadi Muslim melalui pengajaran mereka, dan kejadian-kejadian berikut memperlihatkan betapa mantapnya para bangsawan Yatsrib masuk Islam.
Dua sahabat Rasulullah, Mush’ab ibn ‘Umair dan As’ad ibn Zurarah, tengah duduk dekat sebuah tembok seraya mengajarkan Al-Qur’an kepada sekelomok orang. Dua bangsawan Yatsrib yang menyaksikan orang-orang satu klannya berkumpul di sekeliling dua orang asing, terganggu pandangannya. “Pergi dan usir kedua orang ini sebelum mereka memperbodoh warga kebanyakan kita”, kata bangsawan tersebut. “Aku tidak bisa karena salah seorang dari mereka adalah sepupuku,”kata salah seorang yang diperintah oleh bangsawan tersebut.
Bangkitlah orang itu dengan maksud hendak mengusir kedua sahabat Rasul itu. Tetapi ketika ia mendekat, Mush’ab mengundangnya untuk ikut duduk dan mendengarkannya.
“Jika engkau suka dengan apa yang kau dengar, itu baik,”katanya, “tetapi jika tidak, maka engkau dapat mengajak mereka pergi.”
Bangsawan tersebut menerima perkataannya ini sebagai suatu saran yang tidak dapat ditolak, sehingga ia tidak bisa apa-apa dan kemudian duduk. Ternyata ia menjadi tertarik pada Islam dan kembali kepada temannya dengan sosok yang berbeda sekali dari saat meninggalkannya. Temannya sangat gusar dan hendak mengusir orang asing itu sendiri. Lagi-lagi ia diundang untuk duduk dan mendengarkan sebagaimana temannya terdahulu, dan seperti temannya tadi, akhirnya ia menyatakan diri Muslim.
Orang kedua dari dua orang tersebut itu, yakni Sa’ad ibn Mu’adz, memainkan peranan besar dalam membantu Nabi dan berperang untuk Islam dalam banyak peperangan. Setelah menjadi Muslim, ia segera pergi kepada klannya. “Wahai Bani ‘Abdul Asyhal,”katanya, “bagaimanakah pendapatmu tentang aku?”
“Engkau ini sesepuh kami,”mereka menjawab, ”termulia dalam keturunan, teraktif dalam pemikiran, dan tertajam dalam persepsi.”
“Haram bagiku berbicara kepada seorang dari kalian, laki-laki atau perempuan, hingga kalian percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.  
Demikian kuatnya ucapan Sa’ad hingga akhirnya setiap anggota Bani ‘Abdul Asyhal masuk Islam, laki-laki, perempuan dan anak-anak.
Akhirnya Nabi sampai di pemukiman Quba’, tidak jauh dari perbatasan Yatsrib dan berada di sana selama empat hari untuk istirahat. Selama waktu itu masjid Quba’ dibangun. Ia merencanakan berangkat menuju Yatsrib pada hari keempat, yaitu hari jum’at. Penduduk Yatsrib menunggu-nunggu sebagaimana biasanya. Tiba-tiba seorang Yahudi berteriak kepada orang-orang yang tengah menunggu,”Wahai penduduk Yatsrib, insan yang kalian tunggu telah datang!”Semua orang keluar rumah sendiri-sendiri atau berkelompok untuk menemuinya, berlarian menyongsong dengan harap dan kagum, ceria dan cemas. Mereka telah mendengar begitu banyak tentang Muhammad, tetapi sedikit sekali dari laki-laki dan perempuan yang menyebut namanya lima kali sehari dalam shalat pernah melihatnya. Kaum wanita muncul dalam suatu kelompok dengan alat-alat musik, sambil menyanyikan sebuah puisi gembira:
     Bulan purnama muncul di atas kita dari arah Sanyat al-Wada
     Terima kasih kami kepadamu kala kami diseru kepada Allah
     Wahai engkau yang diutus kepada kami, engkau datang untuk ditaati
Mereka terus bernyanyi, bait demi bait, hingga ketika Muhammad telah memasuki kota. Semua ingin melihat orang besar ini sekilas saja, baik yang beriman maupun yang tidak. Orang ini, yang demikian bijaksana, yang demikian tabah, telah berhasil lepas dari kepungan para pembunuh keji. Orang ini walaupun dari klan paling terhormat suku Quraisy, bersedia menjadi salah satu di antara mereka dan mau datang serta hidup di tengah-tengah mereka.
Penduduk Yatsrib menyambut kedatangan saudara saudaranya dari Makkah ini dengan penuh rasa persaudaraan dan keramahan. Secara suka rela dan penuh keikhlasan, mereka menyediakan segala kebutuhan kaum Muslimin Makkah selama mereka berada di Yatsrib. Sehingga dengan demikian, walaupun mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halaman tumpah darah, sanak keluarga dan segala harta bendanya di Makkah, mereka tidak merasakan kesedihan, bahkan seolah olah hidup di tengah tengah keluarga sendiri.
Karena sikap yang sangat terpuji dari penduduk Yatsrib ini, maka Nabi Muhammad kemudian menyebut mereka dengan Anshar atau “Orang-orang yang suka menolong”, sedangkan kaum Muslimin Makkah disebut Muhajirin atau “Orang-orang yang berhijrah”.
Mereka mengikuti unta rasul ke mana pun ia berjalan. Para bangsawan Yatsrib saling berlomba untuk mendapat kehormatan menjadikannya sebagai tamu mereka, tetapi Muhammad dengan bijak memaafkan dirinya sendiri. Ia membebaskan tali kekang untanya dan membiarkan si unta pergi ke mana saja dengan “tangan” Sang Pencipta sebagai penuntunnya. Unta berjalan dan terus berjalan sampai pada sepetak tanah di mana di sana ia berhenti dan merunduk. Muhammad kemudian bertanya, siapa pemilik tanah itu. Kemudian kepadanya diinformasikan bahwa tanah tersebut milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar, paman-paman Muhammad dari ihak ibu. Wali kedua anak itu berkata bahwa mereka akan mempersembahkan tanah itu kepadanya sebagai hibah, tetapi Muhammad bersikeras untuk membelinya. Kemudian ia memerintahkan agar dibangun sebuah masjid di sana, dan di samping masjid dibangun rumah sederhana bagi Rasulullah.
Yastsrib, kota di mana kakeknya dibesarkan, dan di mana ayahnya dimakamkan, kini merupakan kediaman Rasulullah, dan sejak saat itu ia tidak lagi dikenal dengan nama lamanya, tetapi dikenal dengan sebutan yang baru dan yang lebih mulia, yaitu Kota “Yang Bercahaya”, Al-Madinah Al-Munawarah.
  1. Langkah-langkah Rasulullah di Madinah.
Setelah Rasulullah mendapatkan tempat mukim sementara di rumah Abu Ayyub Al-Anshary, barulah beliau mulai mengatur langkah-langkah selanjutnya dalam membina umat dan agama Islam di kota Madinah. Sejak saat itu pula kota Yatsrib berubah namanya menjadi Madinatur Rasul atau “Kota Rasulullah”, dan selanjutnya biasa disebut dengan Madinah saja.
  1. Pembangunan Masjid Nabawi
Langkah paling awal yang Rasulullah lakukan di Madinah ialah membangun masjid sebagai pusat segala kegiatan Islam dan umat Islam sehari-hari. Untuk keperluan itu, maka beliau membeli sebidang tanah milik Sahl dan Suhail bin ‘Amr. Kemudian dengan dipimpin oleh beliau sendiri yang ikut terjun bekerja bersama seluruh kaum Muslimin, dimulailah pembangunan masjid yang pertama di Madinah. Sampai sekarang masjid ini terkenal dengan nama Masjid Nabawi yang terletak di jantung kota.
  1. Persaudaraan Antara Anshar dan Muhajirin.
Langkah berikutnya yang beliau lakukan di Madinah ialah mempersaudarakan kaum Muhajirin yang jauh dari sanak keluarga dan kampung halaman dengan kaum Anshar yang telah menolong mereka dengan penuh keikhlasan. Persaudaraan yang beliau bina ini tidak hanya bersifat lahiriah belaka, tetapi benar-benar didasarkan atas ukhuwah diniyah yang murni, keluar dari hati nurani yang ikhlas, semata mata karena mengharap ridho Allah SWT.
Banyaklah di antara kaum Anshar yang secara sukarela mengangkat kaum Muhajirin sebagai saudaranya, bahkan seringkali mereka mendahulukan kepentingan saudara barunya itu di atas kepentingan dirinya sendiri dalam berbagai macam segi kehidupan. Dengan demikian, seluruh kaum Muslimin yang terdiri dari bermacam-macam suku dan kabilah ini dapat terikat dalam satu tali ikatan masyarakat Islam yang sangat kokoh kuat, terpadu dalam semangat kebersamaan dan gotong royong di bawah satu atap pelindung berupa nilai-nilai luhur ajaran Islam.
  1. Perjanjian Dengan Bangsa Yahudi
Menjalankan suatu pemerintahan yang kuat dan berakar, memperlukan situasi yang aman, damai dan stabil. Untuk maksud tersebut, maka selanjutnya yang ditempuh oleh Rasulullah di Madinah ialah membuat perjanjian tertulis dengan bangsa Yahudi yang berdiam di sana. Dalam perjanjian tersebut diakui dan ditetapkan bahwa setiap golongan memiliki hak yang sama serta kebebasan penuh dalam menjalankan syari’at agamanya masing-masing, dengan dasar saling menghormati dan menghargai. Setiap golongan wajib menjaga dan memelihara utuhnya kedaulatan kota Madinah, serta siap menjadi pembela yang setia, jika terjadi ancaman dan serangan musuh dari luar kota. Madinah akan mereka jadikan sebagai Madinatul Haram atau Kota Suci yang harus selalu terpelihara kesuciannya.
  1. Dasar-dasar Pemerintahan Islam
Setelah tiga langkah tersebut dilaksanakan Rasulullah dengan baik dan seksama, barulah beliau meletakkan dasar-dasar pemerintahan dan masyarakat Islam yang kokoh, baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial. Dasar-dasar tersebut bersumber dari petunjuk Allah SWT, yang senantiasa diberikan kepada Rasulullah sebagai hamba-Nya yang diberi amanah suci menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.
Dengan demikian, maka semakin teguhlah bentuk masyarakat Islam yang beliau bina, sehingga dari hari ke hari pengaruh Islam di Madinah semakin kuat dan berakar dalam sikap hidup kaum Muslimin, bahkan mulai meluas ke daerah-daerah sekitarnya.
Inilah empat langkah awal yang Rasulullah laksanakan pada masa-masa permulaan di Madinah dalam membina masyarakat Islam, sesuai dengan ajaran dan petunjuk Allah SWT.
  1. Kepemimpinan Rasulullah di Madinah
Madinah, yang dipadati dengan kehidupan, mempunyai empat kelompok penduduk yang mendiaminya. Di sana terdapat penduduk dari suku-suku Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam. Mereka ini disebut “Anshar” atau penolong, karena mereka adalah orang-orang yang menolong Rasul ketika suku-suku lain menolaknya. Kemudian terdapat kaum Muslimin yang pindah dari Makkah yang dikenal sebagai “Muhajirin” atau “Orang yang Berpindah”, karena mereka telah berani meninggalkan rumah dan kotanya dan pindah ke Madinah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya. Terdapat pula penduduk dari suku al-Aus dan al-Khazraj yang belum masuk Islam. Mereka ini menjadi semakin mengecil jumlahnya dan kurang berarti karena mereka tidak lagi memiliki pengaruh atas kaum Muslimin yang kini telah diperkuat dengan kedatangan kaum Muslimin Makkah. Tetapi sekelompok dari mereka, yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, secara rahasia merencanakan tipu daya terhadap kaum Muslimin dan mereka cukup berbahaya dalam cara yang licik. Kelompok ini dikepalai oleh seseorang yang bernama ‘Abdullah ibn Ubbay, yang berharap dijadikan raja sebelum kedatangan Rasul di Madinah. Ia benci pada pengaruh Rasul atas sebagian besar penduduk Madinah dan ia dengki akan kehadiran sedemikian banyak para Muhajirin dari Makkah, tetapi ia hanya mengunci mulut dan menunggu saatnya tiba.
Kelomok orang ini kita akan sebut saja sebagai Kaum Munafik, sebagaimana mereka disebut demikian oleh kaum Mukminin kemudian. Selain kelompok-kelompok ini terdapat pula tiga suku Yahudi yang kuat. Bagaimana keselarasan dapat diciptakan di antara keempat kelomok itu? Jawabannya hanya dapat ditemukan dalam ajaran Islam.
Rasul membuat sebuah perjanjian yang memberikan kebebasan orang Yahudi menjalankan agamanya dan mengikat bersama semua pihak dalam suatu fakta perlindungan bersama.
  1. Pembentukan Sistem Sosial, Politik dan Ekonomi
Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika dalam negara diletakkan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Qur’an pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana di jelaskan oleh Rasulullah dengan perkataan dan tindakannya hiduplah kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun oleh Rasulullah dengan asas-asasnya yang abadi.
Rasulullah membangun tempat-tempat ibadah yang selain di dalamnya bertujuan untuk ibadah tetapi juga bertujuan untuk mempersatukan kaum Muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Selain itu menjadi pusat pemerintahan yang mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum Muslimin dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Rasulullah juga membentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan seagama, di samping persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Dan membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam serta membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.
Mengomentari tentang perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah, dalam pandangan Nurkholis Madjid, bahwa agenda-agenda politik keRasulan telah diletakkan dan beliau bertindak sebagai utusan Allah, kepala negara, komandan tentara dan pemimpin kemasyarakatan. Semua yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di kota hijrah itu merupakan refleksi dari ide yang terkandung dalam perkataan Arab Madinah dalam arti itu sama dengan hadharah dan tsaqarah, yang masing-masing sering diterjemahkan, berturut-turut peradaban dan kebudayaan, tetapi secara etimologis mempunyai arti pola kehidupan menetap sebagai lawan badawah yang berarti “Pola kehidupan mengembara”. Oleh karena itu perkataan Madinah dalam peristilahan modern menunjuk pada semangat dan pengertian civil society, suatu istilah Inggris yang berarti “masyarakat sopan, beradab dan teratur” dalam bentuk negara yang baik. Dalam arti inilah harus difahami kata-kata hikmah dalam bahasa Arab, (Al insanu madniy-un bi ath thabi’i)”manusia menurut naturnya adalah bermasyarakat budaya”.
  1. Sistem Militer
Nabi Muhammad tidak mempunyai sengketa dengan siapapun, baik orang Quraisy, Yahudi atau suku lain di negeri Arab. Beliau adalah seorang yang penuh kebajikan yang mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah, jalan ketakwaan, kebajikan dan keadilan. Suku Quraisy menentangnya dan menimbulkan kesulitan yang hebat atas dirinya dan diri para pengikutnya. Sampai mereka terpaksa meninggalkan kota kediamannya dan mencari perlindungan di Madinah.
Tetapi mereka tidak membiarkannya untuk hidup damai di sana dan menyerang mereka dengan bantuan suku Arab lainnya dalam rangka memusnahkan mereka dan kepercayaannya. Dalam keadaan demikian jika tidak ada alternatif lain kecuali mati atau perlawanan teratur untuk mempertahankan kepercayaannya, maka Muhammad memilih yang terakhir. Tujuannya bukanlah untuk membunuh, tetapi untuk mengajak manusia ke jalan kehidupan yang benar. Dan dasar dari kebijaksanaan perangnya adalah untuk melemahkan musuh sehingga mereka bisa mengakhiri perlawanan, penolakannya, permusuhannya terhadap tugas Nabi dan bekerja sama dan hidup dalam kedamaian.
  1. Masyarakat Madinah dibawah Naungan Syariat Islam
Madinah yang bercahaya benar-benar menjadi kenyataan setelah dipimpin oleh Rasulullah SAW. kegelapan jahiliyah cecara bertahap meredup dan menghilang di dari bumi Madinah digantikan dengan cahaya Islam. Kejahiliyahan diseluruh sector digantikan oleh nilai islam.
Pada sector politik betul-betul diperuntukan untuk khidmat kepada dakwah. Masyarakat betul-betul mencintai negrinya dan siap mengorbankan segala yang dimilikinya untuk memerhatikan eksistensi negrinya juga eksistensi agama. Dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tempat tinggal. Madinah menjadi kota bebas penyakit, tidak ada riwayat sahabat memiliki penyakit aneh-aneh.
Hal lain yang dilakukan Rasulullah adalah berdo’a kepada Allah agar menumbuhkan rasa cinta kepada Madinah, menjadikan madinah negri yang berekonomi stabil, dengan mengubah nama Yastrib dengan Al-Madinah Al-Munawwarah.
Dibidang ekonomi sebenarnya madinah menghadapi masalah karena banyak nya pendatang baru yang memadati kota tanpa membawa harta dan tidak memiliki pekerjaan. Madinah sendiri bukanlah daerah yang kaya jika disbanding dengan Mekkah yang menjdi sentral perdagangan Internasional. Langkah Rasul antara lain:
  1. Berdoa kepada Allah agar memberkahi sha’ dan mud. Madinah dua kali lipat dari berkah Mekkah.
  2. Menetapkan sistem saling mewarisi antar sesame muslim yang dipersaudarakan.
  3. Menghidupkan sistem ekonomi riil
  4. Menghimbau umat agar mengedepankan pla hidup sederhana.
  5. Menerapkan sistem pemerataan ekonomi dan menghapuskan sistem ekonomi ribawi.
Di sector sosial Rasulullah sangat memerhatikan pembinaan masyarakat. Masyarakat adalah pilar utama tegaknya suatu Negara. Masyarakat yang kuat dan berdaya akan menjadikan Negara kuat, memiliki pemimpin yang baik dan memiliki izah. Pemimpin yang kuat akan bisa memandu rakyatnay ke jalan yang benar. Begitu juga rakyat yang baik akan bisa memandu mereka ke jalan yang baik pula.
Dibidang hukum, kaum muslimin benar-benar merasa terayomi oleh hukum. Tidak ada pandang bulu dalam penerapannya.
Demikian lah syariat Islam membumi, menyatu dengan aktivitas masyarakat dalam segala sector. Semua itu adalah buah dakwah Rasulullah dan para sahabat. Mereka merasakan nikmatnya hidup dibawah ajaran Islam. Puncaknya adalah pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah disaat seluruh ajaran Islam sudah diturunkan Allah, menggantikan sistem Jahiliyah.
Hingga pada masuknya masa-masa akhir Rasulullah, Rasulullah termasuk nabi yang menikmati hasil perjuangannya diakhir hayatnya. Tugas yang dibebankan dipundak beliau terlaksana dengan sempurna. Visi besar beliau menebar rahmat untuk alam semesta dengan menanamkan ajaran syariat islam di seluruh sektornya. Wajar jika Allah memberikan penghargaan kepada generasi yang dikader Rasulullah dnegan gelar “Khairu Ummah”.
Dibulan –bulan terakhir kenabian, Rasulullah melaksanakan beberaapa kegiatan. Diantaranya:
  1. Melaksanakan haji Wada’
Setelah tugas dakwah hampir berakhir dan Mekkah sudah berada dipangkuan Islam, pada bulan dzulhijjah tahun 10 H. Rasulullah melaksanakan ibadah haji Wada’ yang dikenal dengan haji perpisahan. Khutbah wukuf yang dihadiri kurang lebih oleh dua puluh empat ribu orang.
  1. Mengirim Ekspedisi ke Romawi.
Rasulullah mengirim pasukan dibawah komando Usamah bin Zaid yang masih amat belia. Dengan tujuan untuk menakut-nakuti  Romawi dan mengembalikan kepercayaan dihati masyarakat arab yang tinggal diperbatasan.