SEJARAH
PERADABAN ISLAM
A.
PERADABAN PERIODE KENABIAN FASE MEKKAH.
- Letak
Geografis Kota Mekkah
Makkah pada zaman pra Islam
terletak di garis lalu lintas hubungan perdagangan antara negeri Yaman di
selatan dan negeri Syam di utara. Kedua negeri ini ada waktu itu sudah memiliki
peradaban yang cukup tinggi, karena hubungannya yang erat dengan kerajaan
Romawi di utara dan Abesinia di Selatan.
Karena letak kota Makkah hampir
berada di tengah-tengah jazirah Arab, maka tidaklah terlalu sulit bagi
kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru untuk mencapainya apalagi di kota ini
terdapat Ka’bah atau Baitullah, yang sejak dahulu kala memang sangat dimuliakan
oleh seluruh bangsa Arab. Setiap tahun banyaklah kabilah-kabilah Arab yang
datang berziarah ke kota Makkah, baik karena ingin beribadah di Baitullah, atau
pun sebagai tempat persinggahan kafilah dagang mereka. Maka tidak mengherankan
jika kota Makkah menjadi kota yang amat penting di Jazirah Arab, dan semangat
dagang pun berkembang pesat di kalangan penduduknya.
Sejak semula kota Makkah dikuasai
oleh Suku Jurhum. Tetapi ketika bendungan Ma’rib di negeri Yaman pecah dan
menimbulkan mala petaka, datanglah Suku Khuza’ah ke kota Makkah dan mengalahkan
Suku Jurhum, sehingga berpindah pulalah kekuasaan kota Makkah ke tangan Suku Khuza’ah,
yang dipegangnya selama berabad abad secara turun temurun.
Pada kira kira abad kelima Masehi
salah seorang pemimpin Quraisy yang berasal dari Bani Adnan bernama Qushai bin
Kilab (kakek keempat Nabi Muhammad), telah berhasil merebut kekuasaan kota
Makkah dari Suku Khuza’ah sehingga berpindah pulalah pengurusan kota Makkah
baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang keagamaan kepada kaum
Quraisy. Dengan suara bulat seluruh kabilah bangsa Arab mengakui kekuasaan kaum
Quraisy ini, sesuai dengan keyakinan mereka bahwa yang berhak mewarisi Ka’bah
adalah keturunan Nabi Ismail as.
Dengan dukungan penuh dari segenap
kabilah-kabilah Arab itu, mulailah kaum Quraisy menjalankan roda pemerintahan
kota Makkah dengan cara-cara yang bisa dipertanggung jawabkan. Kesadaran bahwa
kepentingan kota harus didahulukan dari kepentingan suku mulai juga tumbuh di
dalam jiwa mereka. Mereka senantiasa menghindari terjadinya pertumpahan darah
di dalam kota Makkah karena hal itu berarti menodai kesuciannya, seperti yang sudah
menjadi keyakinan mereka sejak berabad abad sebelum itu.
Walaupun begitu, karena tidak
adanya pegangan yang kokoh dan pemimpin yang menunjukkan mereka ke jalan yang
benar, banyak di antara penduduk kota Makkah yang menodai kesucian Baitullah
dalam bentuk perbuatan perbuatan syirik dengan mendirikan berhala-berhala yang
mereka sembah di sekitarnya, sementara penguasa kota Makkah dan pengurus
Baitullah tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
Perang antar suku tidak memakan
waktu lebih dari beberapa hari setiap tahun. Pada masa antar peperangan orang
makkah memiliki waktu cukup leluasa untuk berdagang, bersenang-senang dan
menikmati hidup umumnya. Mereka suka minum-minuman keras, wanita, sya’ir, dan
melewatkan malam-malam musim panas yang hangat dalam hura-hura. Muhammad, kini
di ambang kedewasaannya, tidak tertarik pada kesenangan-kesenangan malam seerti
itu.
Ia memiliki fikiran yang menukik ke dalam
serta mata hati yang tajam, dan berpendapat bahwa ada jauh lebih banyak yang
bisa dilihat dan di dengar di dunia yang menakjubkan ini sehingga memberikan
kegembiraan lebih besar dibandingkan dengan minum-minum dan bermabuk mabukan.
Sebagaimana anak muda Makkah lainnya ia
bekerja sebagai penggembala dan ia menggembalakan domba orang lain. Mengenang
menjadi penggembala itu, bertahun tahun kemudian, ia berkata, “Musa menjadi
Nabi sambil menggembala domba dan Daud menjadi Nabi sambil menggembala domba
orang lain dan aku pernah menggembalakan domba orang lain di Al-Ayyad. Allah
belum pernah menjadikan seorang nabi yang bukan penggembala”. Pekerjaan ini
selaras dengan sifat lurus hati dan suka merenungnya. Ia menyukai keluasan
ruang yang terbuka, tingginya gunung, luasnya langit, serta setiap keagungan
ciptaan Allah, jauh dari jalan-jalan sempit kota Makkah, jauh dari takhayul
picik dan penyembahan bodoh orang Makkah terhadap berhala batu.
- Flashback
diutusnya Muhammad SAW.
Nabi
Muhammad adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT. Beliau berasal dari
nasab yang mulia dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim. Beliau memperkenalkan
diri beliau kepada umatnya dengan bertutur :
ان
الله عزوجل اصطفى كنانة من ولد اسماعيل عليه الصلاة والسلام، واصطفى قريشا من
كنانة بنى هاشم، واصطفانى من بنى هاشم
“Sesungguhnya Allah memiliki Kinanah dari anak
ismail as. Dan memilih Quraisy dari Kinanah, dan memilih Quraisy bani Hasyim,
dan memilih ku dari Bani Hasyim.”
Ibnu
Al-Qoyyim mengatakan: “Beliau (Nabi Muhammad SAW.) adalah orang yang paling
baik nasabnya didunia dan diakui oleh lawan-lawannya.” Beliau diutus oleh Allah
untuk mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan, menjadi penebar rahmat , perbaikan
akhlak dari segala bidang sebagai program andalan.
Mengingat
tugas beliau yang berat, yaitu memperbaiki wajah dunia yang telah coreng-moreng
oleh kejahiliyahan, Allah telah mempersiapkan Muhammad kearah kenabian meski
tanpa disadari, diantaranya :
1. Tempat tinggal Muhammad kecil di
sebuah desa alam yang segar, jauh dari pengaruh kota.
2. Hidup dalam keprihatinan, membuat
lebih kuat menjalani segala rintangan.
3. Latihan kesabaran dengan menggembala
kambing.
4. Menimba pengalaman internasional,
ikut armada perang suku Qurasy.
5.
terlahir dikeluarga mulia dan dikenal mengerjakan perbuatan yang mulia saja.
Meskipun kelebihan Muhammad sudah
terlihat bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, tetapi tetap tidak cukup untuk
menghadapi tantangan masyarakat pada saat itu yang seolah-olah sepakat mendustakan
Muhammad yang dahulunya secara aklamasi mereka akui kejujurannya. Dan masih
banyak lagi Allah bekali Muhammad untuk memperkuat kepribadiannya.
- Kondisi
Objektif Masyarakat Arab saat Nabi Diutus.
- Kondisi
Keagamaan.
Arab
ketika itu hampir tenggelam dalam kepercayaan jahiliyah. Sisa-sisa penganut
agama Ibrahim sangat langka dan tidak terdengar lagi suaranya. Virus kepercayaan jahiliyah begitu dahsyat
sehingga merambah hampir seluruh lapisan masyarakat. Diantaranya :
- Orang
Arab Musyrik tahu siapa Allah, tetapi mereka meminta syafaat kepada tuhan-tuhan
palsu.
- Taklid
mereka sangat kuat dengan apa yang dilihat dari orang tua dan nenek moyang
mereka. Yang sebagian besarnya menyimpang dari ajaran yang sesungguhnya.
- Masuknya
unsur berhala dalam ritual haji. Meletakan patung-patung disekitar Ka’bah.
- Menambah
dan mengurangi ajaran ibadah sesuai hawa nafsu dan kehendak mereka. mereka
tidak wukuf sebgaimana orang lain wukuf. Tambahan ibadah yang mereka
lakukan diMasjidil haram yaitu sembahyang dengan siulan dan tepuk tangan.
Serta mempersembahkan sesajen untuk para patung.
- Pada
akhlak dan budaya meraka : bangga dengan garis keturunan, mencela nasab,
meminta hujan dengan pertolongan bintang, mencela seseorang dengan mebawa-bawa
nama orang tua, sombong dengan posisi mereka sebagai penguasa Masjidil
Haram, praktik perdukunan marak dikalangan mereka dan meminta perlindungan
kepada jin.
Agama
yang masih bertahan yaitu Yahudi dan Nasrani. Adapula agama lain yang ada
meskipun jumlahnya sedikit adalah hunafa’. Mereka tidak menyembah
berhala dan hanya menyembah Allah SWT. Sebagian mereka berasal dari Ahli Kitab
dan yang lain menganggap bahwa mereka menganut agama Ibrahim as. yang menunggu
datang nya nabi terakhir.
- Kondisi
Politik dan Hukum.
Kondisi
politik di Hirah, Syam dan Hijaz sangat rusak. Terbagi dalam 2 kelas yaitu tuan
dan budak. Rakyat terombang ambing dalam kesesatan yang diliputi kezaliman.
Sedangkan keamanan relative stabil diMekkah, hampir tidak terjadi peperangan
sebelum islam kecuali perang Fijar. Hal ini disebabkan oleh keberadaan Ka’bah
yang selalu dikunjungi setiap tahunnya. Tetapi pencegatan dijalan-jalan
merajalela dan pemerintahannya yang amat lemah. Buktinya, ketika Mekkah
diserang oleh pasukan Abrahah, mereka tidak mampu melakukan apa-apa.
- Kondisi
Sosiokultural
- Hubunngan
laki-laki dan perempuan sudah rusak.
- Budaya
miras mengakar.
- Kondisi
negri arab secara umum dapat dilihat dari pembicaraan antara Yazdajir
dengan Mughiroh bin Syu’bah : Yazdajir berkomentar tentang kondisi arab
ketika Mughiroh mengajaknya untu masuk Islam : “Aku tidak mengetahui ada
manusia diatas kolong langit ini yang lebih sengsara, tidak diperhitungkan
dan paling kacau. Dahulu kami memberi kalian daging, kalian tidak akan
memerangi Pesia dan tidak terlintas untuk melakukan hal tersebut…”
Mughiroh berkata : “Apa yang engkau katakan tentang kami dahulu itu benar.
Tidak ada yang lebih jelek kondisinya dari kami, lapar kami tidak
menyerupai lapar. Dahulu kami memakan binatang yang menjijikan, kalajengking
dan ular, kami menganggap bahwa itulah makanan kami. Rumah kami adalah
kolong langit, dan kami tidak berpakaian kecuali dari bulu unta dan kibas.
Agama kami adalah saling membunuh dan menjegal diantara kami. Diantara
kami ada orang yang mengubur anaknya hidup-hidup karena tidak suka melihat
anak perempuan tersebut makan dari nafkah orang tuanya. Itulah kondisi
kami dahulu.”
- Kondisi
Ekonomi
Pada
saat itu pertanian terdapat dipinggiran jazirah arab, seperti Yaman, Syam, dan
sebagian daerah oase yang tersebar. Sedangkan perdagangan adalah pendapatan
primadona masyarakat Mekkah dan Qurasy. Perdagangan ini tidak cukup aman karena
banyaknya penyamun yang selalu mengintai ekspedisi dagang. Sementara itu,
ekonomi ribawi adalah landasan ekonomi mereka.
- Dakwah
Nabi Muhammad SAW. di Mekkah.
Untuk
mencetak manusia yang berakhlak seperti yang tertuang dalam tugas yang diemban
beliau, beliau memulainya dengan menyemai benih tauhid ke dalam hati-hati para
sahabat. Ayat-ayat Makkiyah adalah bukti konkret bahwa tauhid adalah isi dakwah utama beliau.
Begitu juga kata “ahad,ahad” yang keluar dari mulut Bilal saat disiksa oleh
tuanya merupakan bukti lain bahwa stressing dakwah beliau adalah tauhid.
Selain
akidah, masalah sosial juga mendapat perhatian pada dakwah di Makkah. Seperti
contoh memerdekakan hamba sahaya, memberi makan yang kelaparan, memerhatikan
anak yatim dan fakir miskin yang kala itu amat ditentang oleh kaum kafir
Quraisy.
Ajaran
lain yang ditanamkan oleh Rasulullah dalam rangka pembentukan kepribadian mulia
adalah dengan mengajarkan secara bertahap ajaran-ajaran yang diturunkan Allah,
seperti tahapan larangan meminum khamr.
Rasulullah
mengambil langkah-langkah bertahap dalam pencapaian dakwah; sebagai berikut :
a.
Tahapan dakwah secara rahasia selama 3 tahun.
Pada
masa ini orang-orang yang masuk islam adalah yang terdekat dengan Rasulullah
SAW. Orang-orang yang pertama masuk Islam (Assabiqunal Awalun) adalah Khadijah,
istrinya. Selanjutnya Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, lalu Abu bakar
As-Shidiq, teman dekat Rasulullah. Abu bakar aktif berdakwah memanfaatkan
posisinya sebagai seorang pedagang, pakar tentang nasab, dan orang yang supel
yang sering dikunjungi oleh masyarakatnya. Orang yang masuk Islam karena ajakan
beliau adalah: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad
bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah. Delapan orang inilah yang merupakan
pelopor Islam generasi pertama, mereka melakukan shalat dan membenarkan apa
yang disampaikan Rasulullah.
Ayat-ayat
yang turun saat itu adalah ayat-ayat pendek yang memiliki perhentian indah,
penyempaiannya yang tenang, dan sejalan dengan kondisi saat itu yang sensitive.
Rasulullah membimbing merekapun dengaan cara yang Rahasia. Meskipun mereka
berusaha untuk tidak menampakan perbedaan dengan masyarakat umumnya, tetapi
akhirnya berita tentang ajaran baru tercium juga.
b. Tahapan dakwah secara
terang-terangan terhadap penduduk Mekkah, mulai tahun keempat kenabian sampai
akhir tahun kesepuluh kenabian.
Adapun
metode yang dilakukan Nabi pada tahapan ini adalah sebagai berikut :
Ø Mengundang
bani Hasyim ke rumahnya, dilakukan 2x untuk menjelaskan bahwa beliau diutu oleh
Allah.
Ø Undangan
terbuka kepada seluruh masyarakat Quraisy di Bukit Shafa. Disini beliau ingin
melihat bagaimana pandangan masyarakat Quraisy terhadap kepribadian beliau.
Ø Menyatakan
sikap tegas terhadap hakkikat ajaran yang dibawa dan mengecam keyakinan keliru
yang tersebar di masyarakat. Setelah turunnya ayat 94 surat Al-Hijr.
Ø Melakukan
pembinaan dan pengkaderan intensif dirumah Arqam bin Abil Arqam.
Ø Menyuruh
kaum muslimin untuk hijrah ke Habsyah dengan tujuan menyelamatkan sebagian iman
kaum muslimin dari fitnah (tahun ke lima kenabian).
c. Tahapan dakwah diluar Mekkah, dari
akhir tahun 10 kenabian sampai hijrah ke Madinah.
- Melakukan
perjalanan ke Thaif ditemani Zaid bin Haritsah. Setiap melewati kabilah
menyerukan kepada Islam meskipun tidak ada yang merespon.
- Diantara
hasil dakwah gerilya Rasulullah adalah masuk Islamnya 6 orang dari
penduduk Yastrib. Setelah pulang ke Madinah, mereka mendakwahkan Islam
pada kaum mereka, sehingga rumah-rumah kaum ansar tidak ada satu rumah pun
yang tidak menyebutkan Rasulullah.
- Bai’at
Aqobah I (tahun ke-12 kenabian), jumlah peserta bai’at 12 orang.
- Bai’at
Aqobah II (tahun ke-13 kenabian), jumlahnya 70 orang laki-laki dan 2 orang
wanita.
- Hijrah
ke Madinah.
B.
PERADABAN PERIODE KENABIAN FASE MADINAH.
- Letak
Geografis Kota Madinah.
Kota
Yatsrib terletak di suatu lembah yang sangat indah, kurang lebih 447 km,
Sebelah utara Makkah. Udaranya sejuk bersih, tanahnya subur dan airnya
melimpah. Pada beberapa bagian, Yatsrib dikelilingi oleh bukit-bukit batu dan
pohon-pohon kurma yang tumbuh sangat lebat. Keadaan ini membuat kota Yatsrib
seolah-olah dibentengi oleh benteng alam yang sangat kokoh, sehingga menyulitkan
musuh untuk mengadakan serangan mendadak dalam jumlah tentara yang besar.
Satu
satunya bagian yang terbuka, adalah bagian utara kota yang pada waktu perang
Khandaq pernah digali parit besar oleh Rasulullah SAW. Sungguh merupakan suatu
hikmah ilahiyah yang sangat dalam dan besar nilainya, tatkala Allah SWT
menetapkan kota ini sebagai usat perjuangan yang baru sesudah Makkah, dalam
menyebarkan agama Islam.
Sejak semula penduduk kota Yatsrib terdiri
dari dua bangsa yang hidup berdampingan yaitu bangsa Arab dan bangsa Yahudi.
Mereka berkelompok dan menempati bagian bagian tertentu dari kota Yatsrib, baik
di pusat kota maupun di pinggiran. Dua bangsa ini tidak selamanya hidup rukun
dan damai. Seringkali antara keduanya terjadi bentrokan dan peperangan, karena
adanya kepentingan yang berbeda.
Bangsa Arab terdiri dari dua suku
bangsa atau kabilah, yaitu Suku A’us dan Suku Khazraj. Sebelum Islam,
kebanyakan dari dua suku ini adalah penyembah berhala dan suku menyekutukan
Allah dengan berbagai cara, seperti lazimnya bangsa Arab pada saat itu. Antara
kedua suku bangsa Arab ini, seringpula terjadi pertentangan dan peperangan yang
berlarut larut, hanya karena masalah-masalah kecil dan sepele.
Sedangkan
bangsa Yahudi Yatsrib, terdiri dari 3 suku bangsa yaitu Qainuqa’, Bani Nadlier
dan Bani Quraidzah. Di antara mereka banyak terdapat pendeta-pendeta yang
sedikit banyak telah mengetahui perihal tanda-tanda kedatangan Rasul terakhir.
Hubungan antara ketiga suku bangsa Yahudi ini tidak pernah baik dan harmonis. Seringkali
terjadi bentrokan-bentrokan dan perbedaan pendapat yang tidak ada ujung
pangkalnya.
- Islam
Tersiar di Kota Madinah (Yastrib)
Sepuluh tahun sudah lamanya Nabi
Muhammad menyeru kaumnya penduduk makkah untuk mengikuti ajarannya. Banyak juga
hasil yang telah beliau capai selama itu, di samping bermacam-macam rintangan
yang harus dihadapinya dengan penuh ketabahan. Memasuki tahun ke-11 dari
kenabiannya, beliau mulai berfikir untuk memperkenalkan Islam kepada
kabilah-kabilah Arab lainnya yang datang dari luar kota Makkah untuk berziarah
ke Baitullah, setiap musim haji tiba.
Pada bulan haji ke-11 kenabian ini,
mulailah beliau melaksanakan rencananya dan menyeru beberapa kabilah Arab untuk
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kaum Quraisy Makkah tidak tinggal diam.
Dengan berbagai cara mereka berusaha menghalang halangi usaha Nabi, sehingga
tidak sedikit dari kabilah-kabilah tersebut yang menolak ajakan beliau dengan
kasar, disertai hinaan dan cacian yang menyakitkan hati, antara lain kabilah
Bani Hanifah yang di dalamnya termasuk Musailamah Al-Kadzab, yaitu seorang
Munafik yang pernah mengaku nabi, beberapa waktu sesudah Nabi Muhammad wafat.
Tetapi di samping itu, banyak pula
di antara bermacam-macam kabilah itu yang menerima ajakan Nabi dengan penuh
kesungguhan, kemudian menyatakan masuk Islam dengan membaca dua kalimat
syahadat di hadapan Nabi sendiri, sekali pun untuk itu mereka terpaksa
melakukannya secara diam-diam, karena ancaman para pemuka Quraisy.
Di antara mereka yang menerima
ajakan Nabi, ialah penduduk kota Yatsrib, yang sebelumnya memang sudah banyak
mendengar tentang tanda-tanda kedatangan Rasul terakhir dari para pendeta
Yahudi di kotanya. Setelah mereka pulang kembali ke Yatsrib, mereka berusaha
mengenalkan agama Islam kepada kaum kerabatnya, serta mengajaknya untuk beriman
dan masuk Islam bersama-sama. Dalam waktu yang amat singkat, agama Islam mulai
dikenal orang di Yatsrib dan menjadi buah bibir serta bahan pembicaraan
penduduk sehari-hari.
- Para
Sahabat Mulai Berhijrah ke Yatsrib
Begitu kaum Quraisy mendengar bahwa
Islam sudah tersiar luas di kalangan penduduk Yatsrib, mulailah mereka
melancarkan serangan dan rongrongan yang jauh lebih lebar dari sebelumnya
kepada Nabi dan para sahabat. Maka Nabi pun memerintahkan kepada para sahabat
untuk mulai melaksanakan hijrah ke Yatsrib secara bertahap tahap dan diam-diam.
Ketika berita sampai ke Yatsrib
bahwa Rasul dapat lari menyelamatkan diri dari kejaran orang-orang Quraisy dan
sedang menempuh perjalanannya menuju ke kota mereka, kaum Muslimin Yatsrib
menunggu dengan harap dan cemas di dalam hati. Mereka tahu perjalanan itu cukup
lama dan lagi pula musuhnya banyak dan kuat. Setiap hari mereka pergi menuju
pinggiran kota dengan harapan dapat menyambut tamu yang sangat mereka hormati.
Para sahabat Muhammad, yang telah
dikirim sebelumnya adalah orang-orang yang berpandangan luas, berpengetahuan
lagi berdedikasi. Banyak penduduk Yatsrib menjadi Muslim melalui pengajaran
mereka, dan kejadian-kejadian berikut memperlihatkan betapa mantapnya para
bangsawan Yatsrib masuk Islam.
Dua sahabat Rasulullah, Mush’ab ibn
‘Umair dan As’ad ibn Zurarah, tengah duduk dekat sebuah tembok seraya
mengajarkan Al-Qur’an kepada sekelomok orang. Dua bangsawan Yatsrib yang
menyaksikan orang-orang satu klannya berkumpul di sekeliling dua orang asing,
terganggu pandangannya. “Pergi dan usir kedua orang ini sebelum mereka
memperbodoh warga kebanyakan kita”, kata bangsawan tersebut. “Aku tidak bisa
karena salah seorang dari mereka adalah sepupuku,”kata salah seorang yang
diperintah oleh bangsawan tersebut.
Bangkitlah orang itu dengan maksud
hendak mengusir kedua sahabat Rasul itu. Tetapi ketika ia mendekat, Mush’ab
mengundangnya untuk ikut duduk dan mendengarkannya.
“Jika engkau suka dengan apa yang kau dengar, itu
baik,”katanya, “tetapi jika tidak, maka engkau dapat mengajak mereka pergi.”
Bangsawan tersebut menerima
perkataannya ini sebagai suatu saran yang tidak dapat ditolak, sehingga ia
tidak bisa apa-apa dan kemudian duduk. Ternyata ia menjadi tertarik pada Islam
dan kembali kepada temannya dengan sosok yang berbeda sekali dari saat
meninggalkannya. Temannya sangat gusar dan hendak mengusir orang asing itu
sendiri. Lagi-lagi ia diundang untuk duduk dan mendengarkan sebagaimana
temannya terdahulu, dan seperti temannya tadi, akhirnya ia menyatakan diri
Muslim.
Orang kedua dari dua orang tersebut
itu, yakni Sa’ad ibn Mu’adz, memainkan peranan besar dalam membantu Nabi dan
berperang untuk Islam dalam banyak peperangan. Setelah menjadi Muslim, ia
segera pergi kepada klannya. “Wahai Bani ‘Abdul Asyhal,”katanya, “bagaimanakah
pendapatmu tentang aku?”
“Engkau ini sesepuh kami,”mereka menjawab, ”termulia
dalam keturunan, teraktif dalam pemikiran, dan tertajam dalam persepsi.”
“Haram bagiku berbicara kepada seorang dari kalian,
laki-laki atau perempuan, hingga kalian percaya kepada Allah dan
Rasul-Nya.
Demikian kuatnya ucapan Sa’ad
hingga akhirnya setiap anggota Bani ‘Abdul Asyhal masuk Islam, laki-laki,
perempuan dan anak-anak.
Akhirnya Nabi sampai di pemukiman
Quba’, tidak jauh dari perbatasan Yatsrib dan berada di sana selama empat hari
untuk istirahat. Selama waktu itu masjid Quba’ dibangun. Ia merencanakan
berangkat menuju Yatsrib pada hari keempat, yaitu hari jum’at. Penduduk Yatsrib
menunggu-nunggu sebagaimana biasanya. Tiba-tiba seorang Yahudi berteriak kepada
orang-orang yang tengah menunggu,”Wahai penduduk Yatsrib, insan yang kalian
tunggu telah datang!”Semua orang keluar rumah sendiri-sendiri atau berkelompok
untuk menemuinya, berlarian menyongsong dengan harap dan kagum, ceria dan
cemas. Mereka telah mendengar begitu banyak tentang Muhammad, tetapi sedikit
sekali dari laki-laki dan perempuan yang menyebut namanya lima kali sehari
dalam shalat pernah melihatnya. Kaum wanita muncul dalam suatu kelompok dengan
alat-alat musik, sambil menyanyikan sebuah puisi gembira:
Bulan
purnama muncul di atas kita dari arah Sanyat al-Wada
Terima kasih kami kepadamu kala kami diseru kepada Allah
Wahai engkau yang diutus kepada kami, engkau datang untuk ditaati
Mereka terus bernyanyi, bait demi
bait, hingga ketika Muhammad telah memasuki kota. Semua ingin melihat orang
besar ini sekilas saja, baik yang beriman maupun yang tidak. Orang ini, yang
demikian bijaksana, yang demikian tabah, telah berhasil lepas dari kepungan
para pembunuh keji. Orang ini walaupun dari klan paling terhormat suku Quraisy,
bersedia menjadi salah satu di antara mereka dan mau datang serta hidup di
tengah-tengah mereka.
Penduduk Yatsrib menyambut
kedatangan saudara saudaranya dari Makkah ini dengan penuh rasa persaudaraan
dan keramahan. Secara suka rela dan penuh keikhlasan, mereka menyediakan segala
kebutuhan kaum Muslimin Makkah selama mereka berada di Yatsrib. Sehingga dengan
demikian, walaupun mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halaman tumpah
darah, sanak keluarga dan segala harta bendanya di Makkah, mereka tidak
merasakan kesedihan, bahkan seolah olah hidup di tengah tengah keluarga
sendiri.
Karena sikap yang sangat terpuji
dari penduduk Yatsrib ini, maka Nabi Muhammad kemudian menyebut mereka dengan Anshar
atau “Orang-orang yang suka menolong”, sedangkan kaum Muslimin Makkah disebut Muhajirin
atau “Orang-orang yang berhijrah”.
Mereka mengikuti unta rasul ke mana
pun ia berjalan. Para bangsawan Yatsrib saling berlomba untuk mendapat
kehormatan menjadikannya sebagai tamu mereka, tetapi Muhammad dengan bijak
memaafkan dirinya sendiri. Ia membebaskan tali kekang untanya dan membiarkan si
unta pergi ke mana saja dengan “tangan” Sang Pencipta sebagai penuntunnya. Unta
berjalan dan terus berjalan sampai pada sepetak tanah di mana di sana ia
berhenti dan merunduk. Muhammad kemudian bertanya, siapa pemilik tanah itu.
Kemudian kepadanya diinformasikan bahwa tanah tersebut milik dua orang anak
yatim dari Bani Najjar, paman-paman Muhammad dari ihak ibu. Wali kedua anak itu
berkata bahwa mereka akan mempersembahkan tanah itu kepadanya sebagai hibah,
tetapi Muhammad bersikeras untuk membelinya. Kemudian ia memerintahkan agar
dibangun sebuah masjid di sana, dan di samping masjid dibangun rumah sederhana
bagi Rasulullah.
Yastsrib, kota di mana kakeknya
dibesarkan, dan di mana ayahnya dimakamkan, kini merupakan kediaman Rasulullah,
dan sejak saat itu ia tidak lagi dikenal dengan nama lamanya, tetapi dikenal
dengan sebutan yang baru dan yang lebih mulia, yaitu Kota “Yang Bercahaya”,
Al-Madinah Al-Munawarah.
- Langkah-langkah
Rasulullah di Madinah.
Setelah Rasulullah mendapatkan
tempat mukim sementara di rumah Abu Ayyub Al-Anshary, barulah beliau mulai
mengatur langkah-langkah selanjutnya dalam membina umat dan agama Islam di kota
Madinah. Sejak saat itu pula kota Yatsrib berubah namanya menjadi Madinatur
Rasul atau “Kota Rasulullah”, dan selanjutnya biasa disebut dengan Madinah
saja.
- Pembangunan Masjid
Nabawi
Langkah paling awal yang Rasulullah
lakukan di Madinah ialah membangun masjid sebagai pusat segala kegiatan Islam
dan umat Islam sehari-hari. Untuk keperluan itu, maka beliau membeli sebidang
tanah milik Sahl dan Suhail bin ‘Amr. Kemudian dengan dipimpin oleh beliau
sendiri yang ikut terjun bekerja bersama seluruh kaum Muslimin, dimulailah
pembangunan masjid yang pertama di Madinah. Sampai sekarang masjid ini terkenal
dengan nama Masjid Nabawi yang terletak di jantung kota.
- Persaudaraan
Antara Anshar dan Muhajirin.
Langkah berikutnya yang beliau
lakukan di Madinah ialah mempersaudarakan kaum Muhajirin yang jauh dari sanak
keluarga dan kampung halaman dengan kaum Anshar yang telah menolong mereka
dengan penuh keikhlasan. Persaudaraan yang beliau bina ini tidak hanya bersifat
lahiriah belaka, tetapi benar-benar didasarkan atas ukhuwah diniyah yang murni,
keluar dari hati nurani yang ikhlas, semata mata karena mengharap ridho Allah
SWT.
Banyaklah di antara kaum Anshar
yang secara sukarela mengangkat kaum Muhajirin sebagai saudaranya, bahkan
seringkali mereka mendahulukan kepentingan saudara barunya itu di atas
kepentingan dirinya sendiri dalam berbagai macam segi kehidupan. Dengan
demikian, seluruh kaum Muslimin yang terdiri dari bermacam-macam suku dan
kabilah ini dapat terikat dalam satu tali ikatan masyarakat Islam yang sangat
kokoh kuat, terpadu dalam semangat kebersamaan dan gotong royong di bawah satu
atap pelindung berupa nilai-nilai luhur ajaran Islam.
- Perjanjian Dengan
Bangsa Yahudi
Menjalankan suatu pemerintahan yang
kuat dan berakar, memperlukan situasi yang aman, damai dan stabil. Untuk maksud
tersebut, maka selanjutnya yang ditempuh oleh Rasulullah di Madinah ialah
membuat perjanjian tertulis dengan bangsa Yahudi yang berdiam di sana. Dalam
perjanjian tersebut diakui dan ditetapkan bahwa setiap golongan memiliki hak
yang sama serta kebebasan penuh dalam menjalankan syari’at agamanya
masing-masing, dengan dasar saling menghormati dan menghargai. Setiap golongan
wajib menjaga dan memelihara utuhnya kedaulatan kota Madinah, serta siap
menjadi pembela yang setia, jika terjadi ancaman dan serangan musuh dari luar
kota. Madinah akan mereka jadikan sebagai Madinatul Haram atau Kota Suci yang
harus selalu terpelihara kesuciannya.
- Dasar-dasar
Pemerintahan Islam
Setelah tiga langkah tersebut
dilaksanakan Rasulullah dengan baik dan seksama, barulah beliau meletakkan
dasar-dasar pemerintahan dan masyarakat Islam yang kokoh, baik dari segi
politik, ekonomi, maupun sosial. Dasar-dasar tersebut bersumber dari petunjuk
Allah SWT, yang senantiasa diberikan kepada Rasulullah sebagai hamba-Nya yang
diberi amanah suci menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia dan
sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta.
Dengan demikian, maka semakin
teguhlah bentuk masyarakat Islam yang beliau bina, sehingga dari hari ke hari
pengaruh Islam di Madinah semakin kuat dan berakar dalam sikap hidup kaum
Muslimin, bahkan mulai meluas ke daerah-daerah sekitarnya.
Inilah empat langkah awal yang
Rasulullah laksanakan pada masa-masa permulaan di Madinah dalam membina
masyarakat Islam, sesuai dengan ajaran dan petunjuk Allah SWT.
- Kepemimpinan
Rasulullah di Madinah
Madinah, yang dipadati dengan
kehidupan, mempunyai empat kelompok penduduk yang mendiaminya. Di sana terdapat
penduduk dari suku-suku Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam. Mereka ini
disebut “Anshar” atau penolong, karena mereka adalah orang-orang yang menolong
Rasul ketika suku-suku lain menolaknya. Kemudian terdapat kaum Muslimin yang
pindah dari Makkah yang dikenal sebagai “Muhajirin” atau “Orang yang
Berpindah”, karena mereka telah berani meninggalkan rumah dan kotanya dan
pindah ke Madinah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya. Terdapat pula penduduk
dari suku al-Aus dan al-Khazraj yang belum masuk Islam. Mereka ini menjadi
semakin mengecil jumlahnya dan kurang berarti karena mereka tidak lagi memiliki
pengaruh atas kaum Muslimin yang kini telah diperkuat dengan kedatangan kaum
Muslimin Makkah. Tetapi sekelompok dari mereka, yang mengaku beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, secara rahasia merencanakan tipu daya terhadap kaum
Muslimin dan mereka cukup berbahaya dalam cara yang licik. Kelompok ini
dikepalai oleh seseorang yang bernama ‘Abdullah ibn Ubbay, yang berharap
dijadikan raja sebelum kedatangan Rasul di Madinah. Ia benci pada pengaruh
Rasul atas sebagian besar penduduk Madinah dan ia dengki akan kehadiran
sedemikian banyak para Muhajirin dari Makkah, tetapi ia hanya mengunci mulut
dan menunggu saatnya tiba.
Kelomok orang ini kita akan sebut
saja sebagai Kaum Munafik, sebagaimana mereka disebut demikian oleh kaum
Mukminin kemudian. Selain kelompok-kelompok ini terdapat pula tiga suku Yahudi
yang kuat. Bagaimana keselarasan dapat diciptakan di antara keempat kelomok
itu? Jawabannya hanya dapat ditemukan dalam ajaran Islam.
Rasul membuat sebuah perjanjian
yang memberikan kebebasan orang Yahudi menjalankan agamanya dan mengikat
bersama semua pihak dalam suatu fakta perlindungan bersama.
- Pembentukan
Sistem Sosial, Politik dan Ekonomi
Islam adalah agama dan sudah
sepantasnya jika dalam negara diletakkan dasar-dasar Islam maka turunlah
ayat-ayat Al-Qur’an pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi
tersebut sebagaimana di jelaskan oleh Rasulullah dengan perkataan dan
tindakannya hiduplah kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh
dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada
solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian berarti
bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun oleh Rasulullah dengan
asas-asasnya yang abadi.
Rasulullah membangun tempat-tempat
ibadah yang selain di dalamnya bertujuan untuk ibadah tetapi juga bertujuan
untuk mempersatukan kaum Muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi. Selain itu menjadi pusat pemerintahan yang
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Persaudaraan diharapkan dapat
mengikat kaum Muslimin dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Rasulullah juga
membentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan seagama, di samping
persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan
darah. Dan membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama
Islam serta membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan
yang dilakukan oleh musuh.
Mengomentari tentang perubahan nama
Yatsrib menjadi Madinah, dalam pandangan Nurkholis Madjid, bahwa agenda-agenda
politik keRasulan telah diletakkan dan beliau bertindak sebagai utusan Allah,
kepala negara, komandan tentara dan pemimpin kemasyarakatan. Semua yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di kota hijrah itu merupakan refleksi dari ide
yang terkandung dalam perkataan Arab Madinah dalam arti itu sama dengan
hadharah dan tsaqarah, yang masing-masing sering diterjemahkan, berturut-turut
peradaban dan kebudayaan, tetapi secara etimologis mempunyai arti pola
kehidupan menetap sebagai lawan badawah yang berarti “Pola kehidupan
mengembara”. Oleh karena itu perkataan Madinah dalam peristilahan modern
menunjuk pada semangat dan pengertian civil society, suatu istilah Inggris yang
berarti “masyarakat sopan, beradab dan teratur” dalam bentuk negara yang baik.
Dalam arti inilah harus difahami kata-kata hikmah dalam bahasa Arab, (Al insanu
madniy-un bi ath thabi’i)”manusia menurut naturnya adalah bermasyarakat
budaya”.
- Sistem
Militer
Nabi Muhammad tidak mempunyai
sengketa dengan siapapun, baik orang Quraisy, Yahudi atau suku lain di negeri
Arab. Beliau adalah seorang yang penuh kebajikan yang mengajak mereka untuk
kembali ke jalan Allah, jalan ketakwaan, kebajikan dan keadilan. Suku Quraisy
menentangnya dan menimbulkan kesulitan yang hebat atas dirinya dan diri para
pengikutnya. Sampai mereka terpaksa meninggalkan kota kediamannya dan mencari
perlindungan di Madinah.
Tetapi mereka tidak membiarkannya
untuk hidup damai di sana dan menyerang mereka dengan bantuan suku Arab lainnya
dalam rangka memusnahkan mereka dan kepercayaannya. Dalam keadaan demikian jika
tidak ada alternatif lain kecuali mati atau perlawanan teratur untuk
mempertahankan kepercayaannya, maka Muhammad memilih yang terakhir. Tujuannya
bukanlah untuk membunuh, tetapi untuk mengajak manusia ke jalan kehidupan yang
benar. Dan dasar dari kebijaksanaan perangnya adalah untuk melemahkan musuh
sehingga mereka bisa mengakhiri perlawanan, penolakannya, permusuhannya
terhadap tugas Nabi dan bekerja sama dan hidup dalam kedamaian.
- Masyarakat
Madinah dibawah Naungan Syariat Islam
Madinah yang bercahaya benar-benar
menjadi kenyataan setelah dipimpin oleh Rasulullah SAW. kegelapan jahiliyah
cecara bertahap meredup dan menghilang di dari bumi Madinah digantikan dengan
cahaya Islam. Kejahiliyahan diseluruh sector digantikan oleh nilai islam.
Pada sector politik betul-betul
diperuntukan untuk khidmat kepada dakwah. Masyarakat betul-betul mencintai
negrinya dan siap mengorbankan segala yang dimilikinya untuk memerhatikan
eksistensi negrinya juga eksistensi agama. Dengan menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi tempat tinggal. Madinah menjadi kota bebas penyakit, tidak ada
riwayat sahabat memiliki penyakit aneh-aneh.
Hal lain yang dilakukan Rasulullah
adalah berdo’a kepada Allah agar menumbuhkan rasa cinta kepada Madinah,
menjadikan madinah negri yang berekonomi stabil, dengan mengubah nama Yastrib
dengan Al-Madinah Al-Munawwarah.
Dibidang ekonomi sebenarnya madinah
menghadapi masalah karena banyak nya pendatang baru yang memadati kota tanpa
membawa harta dan tidak memiliki pekerjaan. Madinah sendiri bukanlah daerah
yang kaya jika disbanding dengan Mekkah yang menjdi sentral perdagangan
Internasional. Langkah Rasul antara lain:
- Berdoa kepada
Allah agar memberkahi sha’ dan mud. Madinah dua kali lipat dari berkah
Mekkah.
- Menetapkan sistem
saling mewarisi antar sesame muslim yang dipersaudarakan.
- Menghidupkan
sistem ekonomi riil
- Menghimbau umat
agar mengedepankan pla hidup sederhana.
- Menerapkan sistem
pemerataan ekonomi dan menghapuskan sistem ekonomi ribawi.
Di sector sosial Rasulullah sangat
memerhatikan pembinaan masyarakat. Masyarakat adalah pilar utama tegaknya suatu
Negara. Masyarakat yang kuat dan berdaya akan menjadikan Negara kuat, memiliki
pemimpin yang baik dan memiliki izah. Pemimpin yang kuat akan bisa memandu
rakyatnay ke jalan yang benar. Begitu juga rakyat yang baik akan bisa memandu
mereka ke jalan yang baik pula.
Dibidang hukum, kaum muslimin
benar-benar merasa terayomi oleh hukum. Tidak ada pandang bulu dalam
penerapannya.
Demikian lah syariat Islam membumi,
menyatu dengan aktivitas masyarakat dalam segala sector. Semua itu adalah buah
dakwah Rasulullah dan para sahabat. Mereka merasakan nikmatnya hidup dibawah
ajaran Islam. Puncaknya adalah pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah disaat
seluruh ajaran Islam sudah diturunkan Allah, menggantikan sistem Jahiliyah.
Hingga pada masuknya masa-masa
akhir Rasulullah, Rasulullah termasuk nabi yang menikmati hasil perjuangannya
diakhir hayatnya. Tugas yang dibebankan dipundak beliau terlaksana dengan
sempurna. Visi besar beliau menebar rahmat untuk alam semesta dengan menanamkan
ajaran syariat islam di seluruh sektornya. Wajar jika Allah memberikan
penghargaan kepada generasi yang dikader Rasulullah dnegan gelar “Khairu
Ummah”.
Dibulan –bulan terakhir kenabian,
Rasulullah melaksanakan beberaapa kegiatan. Diantaranya:
- Melaksanakan haji
Wada’
Setelah tugas dakwah
hampir berakhir dan Mekkah sudah berada dipangkuan Islam, pada bulan dzulhijjah
tahun 10 H. Rasulullah melaksanakan ibadah haji Wada’ yang dikenal dengan haji
perpisahan. Khutbah wukuf yang dihadiri kurang lebih oleh dua puluh empat ribu
orang.
- Mengirim Ekspedisi
ke Romawi.
Rasulullah mengirim
pasukan dibawah komando Usamah bin Zaid yang masih amat belia. Dengan tujuan
untuk menakut-nakuti Romawi dan
mengembalikan kepercayaan dihati masyarakat arab yang tinggal diperbatasan.