BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada zaman sekarang, ummat islam di
dunia ini adalah ummat yang keadaannya paling tidak menggembirakan. Terlepas
kenyataan bahwa dialah ummat yang berjumlah terbanyak, paling subur tanah dan
paling besar sumber dayanya, umat satu-satunya yang memiliki jalan hidup yang
paling paten. Namun kenyataannya, dialah pilar yang paling goyah, diantara
jejeran pilar-pilar masyarakat dunia lainnya. Dia terpecah-pecah dalam berbagai
bentuk Negara yang tak saling cocok, berhadapan dengan umat-umat lain dalam
semua front, dan tak mampu memproduksi sendiri apa yang dia butuhkan dan
perlukan, serta tak bisa mempertahankan diri dari serangan musuh.
Maka dari itu, kami disini akan membahas sedikit refleksi
tauhid agar segala macam aktifitas didasari oleh tauhid hingga menghasilkan
penerapan yang bernilai untuk kaum muslim khususnya juga sekitar. Sehingga
Islam tidak dipandang sebelah mata bahkan dapat mengambil langkah yang tepat
sehingga menjadi Agama yang berkembang dalam ekonomi, politik maupun sosial
terutama Agama.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
penerapan Tauhid dalam keluarga ?
2.
Bagaimanakah
peran Tauhid dalam lingkungan sekitar atau sosial ?
3.
Apakah Tauhid
juga bisa diterapkan dalam politik ?
4.
Seperti apa
Tauhid dalam perekonomian ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Refleksi
Tauhid Dalam Pola Hidup Muslim
Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepas manusia
kepada ikatan-ikatan , berhala-berhala serta benda-benda lain yang posisinya
hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. ketauhidan yang membawa manusia kepada
kebebasan sejati terhadap apapun yang ada, menuju kepada ketundukan kepada
Allah SWT. penanaman tauhid ini dilakukan selama 13 tahun oleh Rasulullah Saw,
waktu yang cukup panjang namun hanya 40 oang saja yang mampu melepaskan budaya
nenk moyangnya, berani mengingkari leluhur mereka, dan menuuju jalan yang
terang. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama yakni Tauhid bahwa tidak ada
tuhan selain Allah.
قُلْ
اَغَيْرَ اللهِ اَبْغِيْ رَبًّا وَّ هُوَ رَبُّ كُلٍّ شَيْءٍ
“katakanlah (Muhammad), “apakah (patut)
aku mencari tuhan selain Allah, padahal Dialah Tuhan bagi segala sesuatu”
(Q.S. Al-An’am : 164)
Maka
dengan itu akan dibagi kembali refleksi tauhid dalam beberapa aspek, berikut
pembahasannya :
1.
Refleksi Tauhid
Dalam Ruang Lingkup Keluarga
Keluarga
adalah lingkungan pertama bagi pembentukan bagi ketauhidan anak. Sebagaimana
dwifungsi keluarga yaitu fungsi internal (sebagai pusat pendidikan pertama dan
utama . dan fungsi eksternal (sebagai unit terkecil masyarakat), orang tua
adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga, sehingga setiap orang
wajib memiliki tauhid yang baik agar dapat membekali anak-anaknya dengan ketauhidan
dan materi-materi yang mendukungnya, disamping anak dapat melihat orang tuanya
sebagai tauladan yang memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman, dan
pengarahan.
Jika
latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan orang tua, maka
setelah dewasa ia akan cenderung kepada kurang peduli dan kurang membutuhkan
agama karena ia tidak dapat merasakan apa fungsi agama dalam kehidupan. Namun
sebaliknya, jika pendidikan tentang tuhan diperkenalkan sejak kecil maka
setelah dewasa akan semakin dirasakan kebutuhannya terhadap agama.
وَاعْبُدُوْا
االلهَ وَ لَا تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَّ بِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّ بِذِى
الْقُرْبَى وَالْيَتَمَى وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْجَارِذِى الْقُرْبَى وَالْجَارِالْجُنُبِ
وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيْلِ وَمَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ اِنَّ
اللهَ لَايُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًا(٣٦)
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada orang
tua, karib kerabat, anak-anak yatim,orang-orang miskin, tetangga dekat dan
tetangga jauh, teman sejawat,ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
(Q.S. An-Nisa:36)
Anak
merupakan salah satu bagian dari keluarga, sehingga secara kodrati tanggung
jawab pendidikan tauhid berada ditangan orang tua. Kecenderungan anak kepada
orang tua sangat tinggi, apa yang ia lihat, dengar dari orang tuanya akan
menjadi informasi belajar baginya.
2.
Refleksi Tauhid
Dalam Masyarakat (sosial)
Hubungan
tauhid dalam masyarakat adalah bagaimana hubungan manusia dengan tuhan dan
hubungan manusia denagn sesama manusia agar tidak terjadi ketimpangan, artinya
manusia harus mampu menempatkan dirinya
sebagai hamba Allah juga mampu mamahami gejala-gejala sosial yang
terjadi dimasyarakat, serta bagaimana menciptakan kondisi sosial tersebut
menjadi masyarakat adil makmur yang diridhoi
oleh Allah SWT.
Sesungguhnya
pondasi utama tegaknya masyarakat islam adalah ketauhidan yakni aqidah islamiah
. tugas pertama masyarakat islam adalah memelihara, menjaga dan mengukuhkan
aqidah, serta memancarkan cahayanya ke seluruh penjuru dunia.
Aqidah
islam terefleksikan dalam iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para Rasul-Nya, hari Akhir juga qodo dan qodar.
Masyarakat
muslim berdiri tegak diatas Tauhid “tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah”. Maknanya adalah bahwa masyarakat islam
benar-benar memuliakan, menghormati dan menyakralkan akidah itu, bekerja untuk
mengukuhkannya dalam hati dan akal fikiran, mendidik generasi muda dengannya.
Menegakkan
masyarakat muslim diatas akidah islam bukan berarti memaksa orang-orang non
muslim agar melepas keyakinan mereka. Bukan demikian, hal seperti itu tidak
pernah terlintas sedikitpun dalam benak muslim dahulu maupun sekarang karena
Al-Qur’an sendiri telah menegaskan persoalan ini semenjak dahulu, ketika
mendeklarasikannya .
لَا
اِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ قَدْتَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada
paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat…”
(al-baqarah:256)
Sejarah
telah membuktikannya, bahwa masyarakat islam –pada masa-masa keemasannya-
adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah,
dengan diperkuat pesaksiannya sendiri. Ia adalah masyarakat beragama dengan
fondasi aqidah at-tauhid, aqidah islam, yang tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi dari pada nya.
3.
Refleksi Tauhid
Dalam Politik
Tauhid
merupakan basis, titik fokus awal dan akhir dari seluruh pandangan, tradisi,
budaya dan peradaban masyarakat muslim serta sebagai basis utama bagi
pembentukan tatanan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaaan masyarakat
manusia.
Pada
dasarnya pada setiap diri manusia memiliki ambisi meraih kekuasaan. Berbagai
upaya dilakukan yang sering kali menimbulkan korban, terutama rakyat yang
sering diatas namakan politisi ambisius dan haus kekuasaan. Jika pernyataan ini
digeneralisasikan, maka semua Negara akan hancur oleh adanya kehidupan politik.
Padahal dengan politik, Negara dapat berkembang dan masyarakat semakin
menyadari hak-haknya sebagai warga Negara.
Berkaitan
dengan system politik, Munawir Syadzali dalam bukunya Islam dan Tata Negara,
pada substansinya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan system politik adalah
suatu konsepsi yang berisi ketentuan-ketentuan siapa sumber kekuasaan, siapa
pelaksana kekuasaan, apa dasar dan bagaimana kewenangan kekuasaan dan bagaimana
mekanisme pertangguang jawabannya.
Kedaulatan
mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat untuk melaksanakan dan memaksakan
perintah-perintahnya kepada rakyat yang bersangkutan. Islam memandang bahwa
kedaulatan tertinggi ada ditangan Allah, penguasa yang hakiki bagi seluruh
alam, aturannya merupakan aturan tertinggi dan abadi. Sebagaimana dalam firman
Allah SWT. :
وَللهِ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (١٨٩)
“dan milik Allah lah kerajaan langit dan
bumi ;Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
(Q.S. Ali Imron
: 189)
Kekuasaan
yang diberikan kepada pemimpin adalah menjalankan roda pemerintahan sesuai
dengan syariat atau kehendak kedaulatan tertinggi yaitu Allah.
4.
Refleksi Tauhid
Dalam Ekonomi
Tauhidlah
sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “Negara sejahtera”
pertama, dan islam lah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih
banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat)
manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat
barat masa kini.
Landasan
filosofis inilah yang membedakan ekonomi islam dengan ekonomi kapitalisme dan
sosialisme , karena keduanya didasarkan pada filsafat sekulerisme dan
materialisme. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian
setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah,
dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk
ketaqwaan kepada Allah.
Konsep
tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan 2 ajaran utama dalam
ekonomi.
Pertama,
semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara
Absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah untuk
mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
kehidupan manusia secara adil.
Bunga
(interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung) bertentangan dengan
tauhid. Firman Allah:
ظَهَرَ
الْفَسَدُ فِي الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْ النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ
بَعْضَ الَّذِىْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (٤١)
“telah tampak kerusakan didarat dan dilaut
disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang
benar) (Q.S. Ar-Rum : 41)
Padahal
setiap usaha mengandung 3 kemungkinan yaitu untung, impas atau rugi. Tingkat
kentungan pun berbeda-beda. Jadi, konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan
syari’ah karena bertentangan dengan prinsip tauhid.
Kedua,
Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan
makhluk-Nya. Manusia yang berperan sebagai khalifah, dapat memanfaatkannya
untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi islam, sumberdaya-sumberdaya
itu, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung (tak terbatas) banyaknya,
sebagaiman firman Allah :
وَاَتَاكُمْ
مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللهِ لَا تُحْصُوْهَا
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ (٣٤)
“Dan Dia
telah memberikan kepada mu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Sungguh, manusia itu sangat dzolim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.
(Q.S. Ibrahim : 34)
Berbeda
dengan pandangan diatas, para ahli ekonomi konvensional selalu mengemukakan
jargon bahwa sumber daya alam terbbatas (limited). Sedangkan dalam ekonomi
islam, sumberdaya alam banyak dan melimpah. Karena itu menurut ekonomi islam,
krisis yang dialami suatu Negara bukan karena terbatasnya sumber daya alam,
melainkan karena tidak meratanya distribusi, sehingga terwujud ketidak adilan
sumber daya.
Selanjutnya
konsep tauhid ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik tolak dari Allah,
bertujuan akhir kepada Allah, menggunakan sarana dan sumberdaya sesuai syariat
Allah guna mencapai ridha Allah.
BAB III
PENUTUP
Selesai sudah
pembuatan makalah sederhana yang kami buat dalam mata kuliah Ilmu Tauhid ini
dengan judul “Refleksi Tauhid Dalam Pola Hidup Muslim” , yang kami rasa masih
banyak sekali kekurangan yang datangnya dari kami sendiri. Semoga dimaklum
adanya. Kami harap dengan pembahasan yang ada dimakalah ini dapat bermanfaat
dengan baik untuk kita semua agar niat ibadah yang dilakukan juga sebagai
tujuan pendidikan kedepan. Sekian dari kami . mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan dari segala sisi.
Daftar
Pustaka
Qardhawi, Yusuf.
(2003). Masyarakat Berbasis Syariat Islam, Solo: Era Intermedia.
Raji, Ismail. (1982). Tauhid,
Bandung : Pustaka.
Anwar.(2011).
Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga. [online] http://anwarbook.blogspot.co.id/2011/12/konsep-pendidikan-tauhid-dalam-keluarga.html?m=1
Saniah.(2012).
Implikasi Tauhid Dalam Tatanan Politik. [online] http://saniah-wanitapecinta/-ilmu.blogspot.co.id/2012/101/implikasi-tauhid-dalam-tatanan-politik.html?m=1
Sharia.(2012).
Tauhid Sebagai Prinsip Tata Ekonomi Islam. [online] https://shariaeconomics.wordpress.com/tag/tauhid-sebagai-prinsip-tata-ekonomi-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar