Rabu, 25 Januari 2017

ULUMUL QUR'AN



PEMBAHASAN ULUMUL QUR'AN
A.   Pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
   
            Pengertian Ulumul Qur’an menurut Al-Zarqoni adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al Qura’an dari segi turunnya, susunannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemu’jizatan, nasikh dan mansukhnya, penolakan dari hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnyadan sebagainya.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :

علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذا.
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.

Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:

مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك.
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.

B. RUANG LINGKUP DAN POKOK POKOK PEMBAHAHASAN ULUMUL QUR’AN

            Ulumul Qur’an adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang secara khusus membahas secara khusus dari berbagai aspeknta. Karena itu sangat sulit untuk menentukan berapa banyak cabang dari ilmu ini. Abu Bakar bin Al ‘Arobi (wafat 544 H) misalnya, menyebutkan bahwa Ulumul Qur’an terdiri atas 77.450 ilmu, sesuai dengan banyaknya kata-kata dalam Al Qur’an dikalikanempat. Sebabnya setiap kata dalam Al Qur’an memilki makna Zahir, bathin, terbatas dan tak terbatas. Sedangkan Al Sayuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya al itqon fii Ulumil Al Qur’an menyebutkan 80 macam ilmu Al qur’an, bahkan menurutnya jumlah tersebut masih dapat dibagi hingga mencapai 300 macam atau lebih. [1][4]
  Di antara sekian banyak cabang Ulumul Qur’an tersebut, terdapat sejumlah cabang diantaranya yang paling penting, yakni :
a.         Ilmu Mawathin al-Nuzul ialah Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
b.         Ilmu tawarikh al-Nuzul ialah Ilmu ini menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
c.         Ilmu Asbab al-Nuzul ialah Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
d.         Ilmu Qiraat ialah Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
e.         Ilmu Tajwid ialah Ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
f.          Ilmu Gharib Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
g.         Ilmu I’rab Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
h.         Ilmu Wujuh wa al-Nazair ialah Ilmu ini menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
i.          Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih ialah Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
j.          Ilmu Nasikh wa al-Mansukh ialah Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
k.         Ilmu Badai’ Al-Qur’an ialah Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
l.          Ilmu I’jaz Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan Arab.
m.        Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.
n.         Ilmu Aqsam Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
o.         Ilmu Amtsal Al-Qur’an ialah Ilmu ini menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
p.         Ilmu Jidal Al-Qur’an ialah Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.
q.         Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an ialah Ilmu ini memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.
D. Hubungan Ulumul Qur’an dengan Tafsir  
            Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahannya sekalipun ia tidak mengerti bahasa Arab. Anggapan seperti itu sebenarnya keliru. Sebab, banyak orang yang mengerti bahasa Arab, tetapi tidak mengerti isi Al-Qur’an. Karena itu, tidak mengherankan bila orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabiin ada yang salah memahami Al-Qur’an, karena tidak memiliki instrumen untuk memahaminya, yaitu ilmu-ilmu Al-Qur’an.
            Sebagaimana kita ketahui bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-Karim, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al-Qur’an dan urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat Makkiyah dan Madaniah, dan hal-hal lain yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an.
Sebelum membahas mengenai hubungan antara Ulumul Qur’an dengan tafsir, maka kita harus lebih dahulu mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan tafsir.
Kata tafsir, diambil dari kata tafsirah, yaitu : perkakas yang dipergunakan tabib untuk mengetahui penyakit orang sakit. Hal ini dapat dimaksudkan bahwa tafsir adalah alat yang digunakan untuk mengetahui kandungan yang tersimpan dalam Al-Qur’an.
Menurut bahasa, tafsir berarti “menerangkan dan menyatakan”. Sedangkan menurut istilah, artinya adalah menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an, baik menerangkan artinya, maksud yang terkandung di dalamnya atau pun mengenai kandungan isinya, baik dengan ketentuan yang jelas atau dengan isyarat.
As Zarkasyy dalam Al-Burhan berpendapat bahwa tafsir adalah menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.
Sementara itu, Kata Al-Jurjany bahwa tafsir, pada asalnya ialah : “membuka dan melahirkan”. Pada istilah syara’ yaitu : menjelaskan makna ayat, urusannya, kisah dan sebab yang karenanya diturunkan ayat, dengan lafadh yang menunjuk kepadanya secara terang.
Untuk menjelaskan dan menafsirkan tentang ayat-ayat dalam Al-Qur’an, seseorang harus mempunyai pengetahuan yang mantap tentang ulumul Qur’an. Dengan demikian, maka antara Ulumul Qur’an dan tafsir mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Ulumul Qur’an amat menentukan bagi seseorang yang ingin menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Bagi seorang mufassir, maka ulumul Qur’an secara mutlak merupakan yang harus lebih dahulu dikuasainya, sebelum ia mulai memberikan tafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
Seperti halnya dalam bidang Hadits, maka seorang muhadis yang akan menerangkan hadits memerlukan ilmu-ilmu hadits. Demikian juga dalam tafsir, maka sebelum seorang mufassir menerangkan dan menafsirkan Al-Qur’an, terlebih dahulu harus juga menguasai ilmu-ilmu tafsir, atau yang lazim disebut sebagai ulumul Qur’an atau ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Sudah barang tentu, di samping ulumul Qur’an sebagai pokok maka juga diperlukan ilmu-ilmu lain sebagai pembantu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, antara lain :
·                     Ilmu-ilmu bahasa Arab (Nahwu, Saraf dan Balaghah). Kata mujahid : “Orang yang tidak mengetahui seluruh bahasa Arab, tidak boleh baginya menafsirkan Al-Qur’an”.
·                     Ilmu Hadits. Penafsiran yang dilarang adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan tidak memperdulikan sunnah dan kaedah-kaedah yang ditetapkan.
·                     Ilmu Ushulul Fiqih
·                     Ilmu Qiraat. Dengan ilmu ini dapat diketahui bagaimana kita menyebut kalimat-kalimat Al-Qur’an dan dengan dialah kita dapat menafsirkan makna yang terkandung di dalamnya.
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa menafsirkan Al-Qur’an berarti menerangkan ayat-ayatnya. Seorang mufassir baru dapat memberikan uraian dan keterangan sesuai dengan maksud ayat tersebut secara tepat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, apabila ia sebelumnya menguasai ulumul Qur’an tersebut. Dengan kata lain, setelah ia memahami dan menguasai ulumul Qur’an, baru ia akan mampu memberikan tafsir atau takwil terhadap sesuatu atau beberapa ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, maka ulumul Qur’an berfungsi sebagai kunci pembuka terhadap penafsiran Al-Qur’an sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya. Sedangkan kedudukannya sebagai ilmu yang pokok, yang merupakan alat yang diperlukan bagi setiap mufassir.
Apabila dilihat dari segi lain, maka ulumul Qur’an juga dapat merupakan ukuran atau standar bagi tafsir Al-Qur’an. Artinya, semakin tinggi dan mendalam ulumul Qur’an dikuasai oleh seorang mufassir, maka tafsir yang diberikannya juga akan semakin mendekati kebenarannya. Oleh karena itu, maka selain berfungsi sebagai kunci pembuka, ulumul Qur’an juga dapat berfungsi sebagai standard terhadap tafsir Al-Qur’an yang dibuatnya. Fungsi sebagai standar, yaitu dengan ulumul Qur’an akan dapat dibedakan antara tafsir yang shahih dan yang tidak shahih.
Referensi :
1.                  Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1980.
2.                  Ulumul Qur’an (Edisi Revisi), Drs. H. Ramli Abdul Wahid, MA. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
3.                  3. Ulumul Qur’an

C.        SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

  Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, Ulum Al Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah Ulumul Qur’an baru muncul pada abad ke 3 H namun ada sebagian Ulama yang berpendapat istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada Abad ke 5 H.[2][5]
Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya cabang ilmu ini.
1. Masa Sebelum Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Ara yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
  Pada zam hidupnya Rasulullah SAW maupun pada zaman berikutnya yakni zaman ke Khalifahan Abu Bakar (12-13 h) dan Umar (3-23 H). Ilmu al qur’an masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.[3][6]
  Dimasa Rasulullah saw dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab Asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul saw
Adapun mengenai kemampuan Rasul memahami al-Qur’an tentunya tidak diragukan lagi karena Dialah yang menerimanya dari Allah swt, dan Allah mengajarinya segala sesuatu.
Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan pada masa Rasul dan sahabat, yaitu:[4][7]
1. Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar dan tidak memahami Al-Qur’an dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya.
2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an
Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi maupun di zaman sahabat.
2. Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman Khalifah Utsman, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan kekhawatirannya akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin tentang bacaan al-Qur’an selama mereka tidak memiliki sebuah al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Untuk menjaga agar tidak terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman etelah meletakkan dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atauIlm al-Rasm al-Utsman.
Di masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu al-Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan al-Qur’an, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (wafat 69 H.) untuk menyusun kaidah-akidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga al-Qur’an dari keteledoran pembacanya. Tindakan Khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an memasuki masa pembukuan. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘ulum al-Qur’aniah ( induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.
Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath ( penggalian hukum dari al-Qur’an). Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.
Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:
1. Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini
2. Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibn Salam.
3. Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al Dharis[5][8]
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
1. Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an.
Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata–kata Al-Qur’an.
2. Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an
3. Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib al-Qur’an
4. Muhammad Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul Qur’an
Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta karyanya adalah;
1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-Qur’an
2. Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath
3. Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.
      Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman al-Suahaili mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Al-Qur’an yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib al-Qur’an dan kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang tentang Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al-Maqdisi, menlis kitab Al- Mursyid al- Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al-‘Aziz.
Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, seperti berikut ini:
1. Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an.
Ilmu ini membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2. Najamuddin al-Thufi, menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hukum
3. Badruddin al-Zarkasyi, kitanya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.
      Pada abad ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:
1. Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an
2. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al-Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.
      Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke -15, perhatian ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.diantara Ulama yang menulis tentang Ulumul Qur’an ialah:
1. Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-Qur’an.
2. Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an.
3. Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an
4.   Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an
5.   M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.
       Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum Al-Qur’an, terdapat tiga pendapat, yaitu:
1. Pendapat umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al-Qur’an mengatakan bahwa lahirnya istilah ‘Ulum Al-Qur’an pertama kali ialah pada abad ke 79
2. Ibn Sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi, dengan demikian menurutnya, istilah ini lahir pada permulaan abad ke-15[6][9]
3. Shubhi Al-Shalih berpendapat lain. Menurutnya, orang yang pertama kali menggunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an ialah Ibn Al-Mirzaban. Dia berpendapat seperti ini berlandasan pada penemuannya tentang beberapa kitab yang berbicara tentang kajian Al-Qur’an yang telah mempergunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Yang paling awal menurutnya ialah kitab Ibn Al-Mirzaban yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang ditulis pada abad ke-3 H.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
  Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan yaitu :
1. Ulum Qur’an adalah beberapa pembahasan terkait dengan masalah al Qur’an dari segi tempat, waktu dan sebab turunnya wahyu, penulisan dan pengumpulannya, bacaannya, tafsirnya dan hal-hal lain yang terkait dengan Al Qur’an.
2. Ulumul Qur’an ini tidak lahir sekaligus melainkan melalui proses perkembangan yang dapat dibagi ke dalam fase-fase. 1. Fase periwayatann 2. Fase lahirnya cabang-cabang Ulumul qur’an dan kodefikasinya 3. Fase kodefikasi Ulumul Qur’an sebagai suatu ilmu yang mencakup berbagai ilmu Al Qur’an yaiti sejak abad ke 5 H hingga saat ini.
3. Lahirnya puluhan tokoh dibidang ilmu Ulumul Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
AS-SHALIH, SUBHI, DR; (2011). MEMBAHAS ILMU-ILMU AL QUR’AN ,JAKARTA;PUSTAKA FIRDAUS.
AL MUNAWWAR, SAID AGIL HUSIN, PROF, DR, H; (2003). AL QUR’AN MEMBANGUN KESHALIHAN HAKIKI, JAKARTA;CIPUTAT PRESS.
AL QATTAN, MANNA KHALIL; (2013). STUDI ILMU-ILMU QUR’AN, BOGOR;LITERA ANTAR NUSA.
[1][1]http://nasserdaulay.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran-pengertian-dan-sejarah.html, diakses pada tanggal 15 September 2014 pukul 16.10 WIB


http://sahelamustika.blogspot.co.id/2014/10/contoh-makalah-pengertian-ulumul-quran.ht




[1][4] Said Agil Husin Al Munawwar, AL Qur’an membangun tradisi kesalhehan hakiki (jakarta;ciputat press;2003) cet. 3, hlm. 6

[2][5] Said Agil Husin Al Munawwar, AL Qur’an membangun tradisi kesalhehan hakiki (jakarta;ciputat press;2003) cet. 3, hlm. 8

[3][6] Subkh As Shalih, MEMBAHAS ILMU-ILMU AL QUR’AN (Jakarta;pustaka firdaus;2011) cet.11, hlm.156-157
[4][7] http://nasserdaulay.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran-pengertian-dan-sejarah.html, diakses pada tanggal 15 September 2014 pukul 16.10 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar