Selasa, 17 Januari 2017

MENTADABBURI AL-QUR’AN

MENTADABBURI AL-QUR’AN
Oleh : Siti Rachmah

A. PENDAHULUAN
          Allah menurunkan Al-Qur’an kitab-Nya yang abadi (berlaku sepanjang masa) agar dibaca oleh lisan[1], didengarkan oleh telinga, dipikirkan oleh akal, dan direnungkan dalam hati. Al-Qur’an adalah denyut keimanan, sumber realistas ilmiah yang tepat, gaya bahasa dan lirik yang indah, sekaligus khazanah kebijaksanaan dan munajat. Tentu hal ini akan didapat bagi siapa orang yang mau menghayati, merenungi serta mentadabburi Al-Qur’an dengan baik dan benar. Namun demikian, bagaimanakah cara mentadabburi Al-Qur’an itu ?, karena masih  banyak diantara kita yang mengartikan tadabbur Al-Qur’an sekedar membaca hingga mengkhatamkannya tanpa memaknai kandungan ayat-ayat indah yang berisikan rahasia-rahasia sebagai acuan pedoman serta petunjuk.
            Sebagai ajaran yang lengkap dan sempurna, Al-Qur’an sendiri memberikan penjelasan tentang tadabbur Al-Qur’an, manfaat juga sanksi yang pasti dengan pemaparan yang lebih jelas.
            Berdasarkan firman Allah SWT di bawah ini antara lain:
 اِنَّ هَذَاالْقُرْءَانَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ.1
Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus. (QS.Al-Isra (17): 9).
. الر كِتَابٌ اُحْكِمَتْ ءَايَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ2
Alif Lam Ra. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, kemudian dijelaskan secara terperinci. (QS.Hud (11): 1).
  اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ اَمْ عَلَى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا.3
Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci?. (QS.Muhammad (47): 24).
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِاللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا .4
Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an ? sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertenntangan didalamnya. (QS.An-Nisa (4):82).
 كِتَابٌ اَنْزَلْنَاهُ اِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْاءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ اُوْلُوْا الْاَلْبَابِ.5
Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran. (QS.Shad (38): 29).
 اَفَلَمْ يَدَّبَّرُوْا الْقَوْلَ اَمْ جَاءَهُمْ مَّالَمْ يَاْتِ ءَابَاءَهُمُ الْاَوَّلِيْنَ.6
Maka tidakkah mereka menghayati firman (Allah),atau adakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka terdahulu ?. (QS.Al-Mu’minun (23): 68).
            Dari beberapa ayat Al-Qur’an diatas, diperlukan pemaparan serta penjelasan mengenai tadabbur Al-Qur’an yang benar, agar umat Islam dapat memahami dan mewarnainya dalam seluruh segi kehidupan. Sehingga bukan hanya didunia mendapat manfaat namun juga mendapat kemuliaan diakhirat.
Dan secara maudhu’i (tematik) menunjukan adanya kajian-kajian penting dalam menjelaskan (menafsirkan) ayat-ayat Al-Qur’an diatas yang berhubungan dengan “Mentadabburi Al-Qur’an”: Pertama, Al-Qur’an sebagai petunjuk dari kata يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ . Kedua, Al-Qur’an ayatnya terperinci dari kata ثُمَّ فُصِّلَتْ . Ketiga, mentadabburi Al-Qur’an dari kata يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ  . Keempat, manfaat tadabbur Al-Qur’an dari kata  لِيَدَّبَّرُوْآ ءَايَاتِهِ . Kelima, sanksi bagi mereka yang tidak tadabbur Al-Qur’an dari kata يَدَّبَّرُوْا الْقَوْلَ . Berikut pembahasannya :
B. PEMBAHASAN
            1. Al-Qur’an Sebagai Petunjuk
            Sesungguhnya gambaran tentang Al-Qur’an yang paling jujur adalah yang diterangkan dalam Al-Qur’an itu sendiri. Betapapun bagusnya seseorang berkata tentang sifatnya dengan memberikan gambaran yang indah, mereka tidak akan mampu mengungguli gambaran yang diberikan oleh Yang Menurunkannya, salah satunya yaitu sebagai petunjuk bagi orang-orang yang mau mentadabburinya[2].
            “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra : 9). Begitulah petunjuk ini dinyatakan dengan kalimat yang umum, agar pernyataan ini meliputi siapa yang diberi petunjuk dan kemana ia akan ditunjukan. Petunjuk Al-Qur’an ini bersifat menyeluruh untuk segala bangsa dan pada semua generasi tanpa ada sekat-sekat geografis ataupun masa mana pun[3].
            Kata يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ yang artinya Al-Qur’an (memberikan petunjuk kepada) jalan (yang lebih lurus) lebih adil dan lebih benar[4]. Yaitu bahwa barang siapa yang berkata dengannya, berarti ia berkata benar, barang siapa berhukum dengannya, berarti hukumnya adil. Al-Qur’an akan memberikan petunjuk kepada kalbu-kalbu yang mau menganalisanya dan akan menerangi akal-akal yang mau memahaminya[5].
            Dalam firman Allah QS. An Nahl ayat 64 pun menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan rahmat bagi kaum mukminin[6] juga dalam QS. Ali Imran ayat 138 :
وَمَا اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur’an) ini kepadamu (Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(QS.An-Nahl (16): 64).
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِيْنَ
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (Ali Imran (3): 138).
Allah SWT memuji Kitab suci ini, Al-Qur’anul Karim yang membimbing penganutnya kepada jalan yang paling lurus. Yaitu agama yang benar dan ajaran yang mudah, dengan tonggak-tonggaknya yang tangguh, yaitu tunduk kepada perintah-perintah Allah dan tawakkal kepada-Nya[7]. Adapun petunjuk yang disinari Al-Qur’an antara lain pada beberapa aspek berikut ini :
a. Al-Qur’an memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus pada tataran ego dan hati nurani, melalui akidah yang jelas dan mudah, tak ada yang rumit dan tak ada yang sulit difahami.
b. Al-Qur’an memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus di dalam menyingkronkan antara lahir dan batin manusia, antara perasaan dan perilaku dan antara akidah dan amal. Lalu semuanya dikaitkan secara kokoh dengan sebuah tali yang kuat dan tak akan putus yaitu akidah yang diterangkan oleh Al-Qur’an.
c. Al-Qur’an memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dalam segmen ibadah dengan menyeimbangkan antara tugas yang dibebankan dengan kemampuan diri. Sehingga, tidak ada tugas yang memberatkan diri lalu membuatnya bosan dan putus asa dalam pelaksanaannya. Tetapi, ibadah juga tidak mempermudah dan terlalu ringan hingga menjadikan diri malas dan berbuat seenaknya, serta tidak melampaui batas-batas keseimbangan dan kemampuan manusia[8].
Sudah jelas Al-Qur’an memberikan pemaparan, penerangan bahkan petunjuk di kehidupan manusia. Adapun mereka yang tidak menggunakan Al-Qur’an sebagai petunjuk , mereka akan terbawa oleh ambisi  dan hawa nafsu manusia yang punya sifat ceroboh dan bodoh, tidak tahu apa yang sebenarnya bermanfaat dan apa yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Al-Qur’an tidak turun untuk Rasulullah saja, tetapi Al-Qur’an adalah obat penyembuh, petunjuk, rahmat dan cahaya untuk seluruh alam. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan untuk mensyukuri nikmat kitab Al-Qur’an ini[9]. Memperhatikan keistimewaannya adalah jalan untuk memperoleh petunjuk bahwa, Al-Qur’an memang datang dari Allah.
Karena itulah, betapa pentingnya manusia berpegang erat kepada Al-Qur’an  yang merupakan petunjuk yang menuntun manusia kepada cahaya kebenaran serta pedoman disetiap literatur kehidupan. Bahwasannya Al-Qur’an adalah kitab Allah yang memberikan pengertian serta petunjuk yang menunjukan pada ilmu Allah dengan segala rahasia-Nya dengan ayatnya yang terperinci.
            2. Al-Qur’an Ayatnya Terperinci
            Seperti firman Allah dalam QS.Hud:1 dari kata ثُمَّ فُصِّلَتْ yang artinya (serta dijelaskan secara rinci) yang kandungan dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang hukum-hukum, kisah-kisah dan nasihat-nasihat[10]. Terperinci disini yaitu karena di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang berhubungan akidah-akidah, hukum-hukum, akhlak kisah adapula yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti proses kejadian manusia.
            Ayat-ayat Al-Qur’an itu bagaikan kalung mutiara dengan berbagai cahaya yang cemerlang serta dengan ikatan yang rapi, memiliki nilai keseluruhan yang tinggi. Sesungguhnya Al-Qur’an itu dengan kerapian susunan ayat-ayat dan uraiannya yang terperinci menurut isinya, diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dengan Bijaksana Dia turunkan ayat menurut kebutuhan hamba-hamba-Nya serta apa yang baik untuk mereka[11].
            Pasal ini amat luas sekali, tidak bisa dihitung berapa banyaknya, dan tidak mungkin ditulis untuk selengkapnya dalam buku/kitab. Kata Sayyidina Ali yang maksudnya : “seandainya aku menginginkan untuk menafsirkan Surah Al-Fatihah, niscaya 70 hewan unta akan membawa kitabnya tidak cukup”. Karena Al-Qur’an adalah kalam Illahi yang tidak bisa ditandingi oleh jin dan manusia, Al-Qur’an adalah Mu’jizat sepanjang masa, lengkap didalamnya kabar didunia ini, hal itu sudah tercatat dalam Al-Qur’an yang suci. Kemajuan zaman sekarang, zaman komputer dengan alat elektronik yang canggih dan sebagainya[12].
            Karena itu para ulama berkata bahwa didalam Al-Qur’an terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang. Ibnu Abbas bahkan berkata “Andai saja aku kehilangan tali unta, niscaya aku akan mendapatinya didalam Al-Qur’an”. Semua itu hanya dapat ditemukan melalui perenungan dan tadabbur yang panjang terhadap Al-Qur’an, bukan dengan serampangan dan tergesa-gesa[13].
            Al-Qur’an adalah cahaya Allah untuk para hamba-Nya. Ia menyinari fitrah dan akal manusia. Ia adalah cahaya di atas cahaya. Diantara keistimewaan cahaya ini ialah dengan keterperincian ayatnya dia menerangi dirinya sendiri, menyinari pihak lain, menyingkap yang tersembunyi, menjelaskan hakikat, menolak kebathilan, menghindarkan syubhat, memberi petunjuk orang-orang yang bingung dalam perjalanan atau kehilangan arah petunjuk, dan menambah hidayah bagi orang-orang yang sudah mendapatkan petunjuk.
            Sebagaimana kita wajib memperlakukan Al-Qur’an dengan baik, kita juga wajib  mengikuti isinya, mengamalkannya, berhukum dengan syari’atnya, dan menyeru kepada hidayah-Nya. Al-Qur’an adalah pegangan hidup untuk indivindu, undang-undang untuk hukum, dan undang-undang dalam dakwah kepada Allah. Hal-hal inilah yang dibahas dalam kitab yang rinci ini.
            Terperincinya Al-Qur’an adalah dengan kelebihanya yaitu membenarkan dan meneguhkan ajaran kitab-kitab terdahulu, baik dalam masalah-masalah pokok (ushul), aqidah, maupun akhlaq, tentunya kitab-kitab itu diselewengkan. Artinya, Al-Qur’an membersihkan kitab-kitab terdahulu dari kotoran yang disusupkan manusia ke dalamnya sehingga berubah menyimpang[14]. Dalam janji penjagaan Allah terhadap Al-Qur’an hingga akhir zaman dan sampai saat ini pun tidak ada satupun yang terisi perkataan orang-orang munafik.
Sebagaimana dikatakan oleh sastrawan arab-islam, Musthafa Shadiq ar-Rifa’i, Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang tersusun dari cahaya atau cahaya yang tersusun dari kalimat-kalimat. Dalam penafsiran Mujahid, Qatadah dan dipilih oleh Ibnu Jarir “Sebuah kitab yang ayat-ayatnya ditetapkan kemudian dijelaskan”. Yakni, yang ditetapkan lafalnya, diterangkan maknanya, karena kitab ini sempurna baik penampilannya maupun maknanya[15] terutama bagi mereka yang mentadabburi Al-Qur’an.
            3. Mentadabburi Al-Qur’an
            Pembacaan Al-Qur’an yang sebenar-benarnya adalah ketika lidah, otak dan hati semua ikut serta didalamnya. Lidah dengan melafalkan setiap huruf Al-Qur’an dengan benar dan baik, akal dengan menghayati dan memahami kandungannya, sedangkan hati mengambil pelajaran[16].
            Salah satu adab batin dalam membaca Al-Qur’an yang paling penting ialah mentadabburi (memperhatikan) makna-makna Al-Qur’an. Tadabbur artinya :
اَلنَّظَرُ فِي الْاَدْبَارِ الْاُمُوْرِ، اَيْ فِي عُقُوْبِهَا وَمَالَاتِهَا
“Memperhatikan bagian akhir dari suatu urusan, yakni akibat dan dampak-dampak urusan tersebut”.
            Diantara hak Al-Qur’an yang harus kita tunaikan adalah hendaknya kita memperlakukannya dengan baik, yakni dalam hal menghafal, memperhatikan, membaca, mendengarkan, mentadabburi, memahami, merenungi, dan menafsirkannya. Tidak ada lagi sesuatu yang lebih baik selain Allah menjadikan kita paham akan maksud dan isi Al-Qur’an. Allah menurunkan kitab-Nya adalah agar kita mentadabburinya, mempelajari rahasia-rahasianya, dan mengeluarkan karunia-karunianya, sesuai dengan kadar kemampuan dan kebutuhan kita[17].
Tadabbur ini mirip dengan Tafakkur(memikirkan), hanya saja tafakkur memiliki arti mengkonsentrasikan pikiran dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil, sedangkan tadabbur memiliki arti memperhatikan akibat (dampak) dari ayat yang dibaca. Untuk mendorong manusia membaca Al-Qur’an Allah berfirman pada QS. An-Nisa/4:82 & QS.Muhammad/47:24 dari kata yang sama yaitu يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ  اَفَلاَ (maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ?).
Pada penafsiran QS.Muhammad/47:24 diterang kan 2 keadaan orang-orang munafik. Adakalanya mereka mau memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an apabila sampai kepada mereka, atau mereka memperhatikannya, tetapi arti dan maknanya tidak sampai meresap ke hati mereka karena hati mereka telah terkunci. Kemudian diterangkan mereka kembali kafir setelah ditunjukan kepada mereka petunjuk-petunjuk Allah dan bukti-bukti yang kuat serta mukjizat yang nyata, karena mereka termakan oleh tipu daya setan untuk mengerjakan perbuatan batil dan terlarang[18]. Yang diakibatkan dari lalainya terhadap mentadabburi Al-Qur’an.
Ibnu ‘Abdil Bar dalam Jami’ Al-‘Ilm, meriwayatkan bahwa Ali r.a. berkata, “Ingatlah, tidak ada kebaikan bagi ibadah yang tidak disertai fiqih, tidak ada kebaikan bagi ilmu yang tidak disertai pemahaman, dan tidak ada kebaikan bagi bacaan Al-Qur’an yang tidak disertai tadabbur”.
Imam Al-Ghazali memiliki pendapat yang bagus dalam kitab Al-Ihya tentang amalan-amalan hati yang perlu diperhatikan seseorang sebelum mentadabburi Al-Qur’an. Antara lain :
            a. fahmu ashlil kalam (memahami asal-usul kalam), memahami keagungan kalam (Allah) dan kemuliaannya. Jika saja bukan karena hakikat keagungan kalam-Nya tertutupi tabir huruf-huruf, niscaya orang yang mendengar kalam itu tidak akan mampu menegakan tiang dan atap kehidupan. Nyawanya terancam musnah seketika disebabkan begitu agungnya kekuatan dan paparan cahaya kalam-Nya. Jika saja bukan karena Allah sudah terlebih dahulu menguatkan Musa, niscaya dia tidak akan mampu mendengar keagungan kalam-Nya, sebagaimana gunung (Tursina) yang tidak mampu menampung tanda-tanda kemunculan-Nya, sehingga ia hancur pecah karenanya.
            b. Ta’zhim, mengagungkan Dzat yang memfirmankan Al-Qur’an (at-ta’dzim lil mutakallim). Ketika seseorang mulai membaca Al-Qur’an, semestinya di dalam hatinya ia menghadirkan rasa hormat kepada Dzat yang berfirman. Sudah semestinya ia menyadari bahwa apa yang dibacanya bukanlah kalam manusia. Ia harus menyadari bahwa didalam membaca Al-Qur’an terdapat kehormatan yang agung. Contoh yang melakukan pengagungan ini adalah Ikrimah bin Abi Jahal. Jika mushaf Al-Qur’an dibentangkan dihadapannya, ia langsung gemetar (hampir pingsan) seraya berkata, “itu kalam Rabb-ku..! itu kalam Rabb-ku…!”.
            c. Hudhurul Qalb wa tarkun nafs (menghadirkan hati dan meninggalkan nafsu), ada seseorang berkata pada orang lain, “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, ajaklah jiwamu membicarakan sesuatu”. Kemudian dijawablah olehnya, “Adakah sesuatu yang lebih aku cintai dari pada Al-Qur’an sehingga aku harus mengajak jiwaku membicarakan sesuatu lain itu?”. Bagaiman mungkin seorang seseorang mencari kesenangan denagn memikirkan hal lain, padahal dirinya berada dalam taman yang indah itu. Setelah ketiga perkara ini terlaksana dengan baik baru kemudian tadabbur akan dilakukan dengan penuh keikhlasan[19].
            Orang yang mau mentadabburi Al-Qur’an dan merenungkannya niscaya akan mendapati kenyataan bahwa Al-Qur’an penuh dengan makna, mutiara-mutiara hikmah, gudang-gudang pengetahuan, hakikat-hakikat kenyataan, rahasia-rahasia kehidupan, (pemberitaan) alam-alam ghaib, beragam nilai, hukum-hukum yang menakjubkan, perumpamaan-perumpamaan yang ajaib, ayat-ayat yang jelas, bukti-bukti yang nyata dan peringatan yang keras. Maka sangat merugilah orang-orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.
Seseorang yang mentadabburi Al-Qur’an, seakan-akan diajak berdialog oleh Allah. Jika dia mampu, dia tidak mengambil pengamalan dari pembelajaran Al-Qur’an itu, akan tetapi dia akan membacanya sebagaimana seorang hamba membaca surat majikannya yang ditulis untuknya, sehingga dia akan memikirkannya dan melaksanakan kehendak majikannya. Untuk inilah sebagian ulama berkata, “Al-Qur’an ini adalah kumpulan surat yang datang kepada kita, dari pihak Sang Pemelihara Yang Maha Gagah lagi Maha Mulia sesuai perjanjiannya, kita harus mempelajarinya di majlis-majlis dan kita merenungkannya disaat sendirian, lalu kita mempraktikannya dalam ketaatan dan sunah-sunah yang diikuti”[20]
            Renungkanlah Al-Qur’an dengan baik-baik. Kamu sendiri akan merasakan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan manusia, bukan karangan ahli syair dan bukan renungan ahli tenung (kahin), dan bukan kata dari Muhammad walaupun keluar dari mulutnya sendiri. Tidak ada yang lain yang sanggup menyusun kata sebagai demikian. Kalaupun Al-Qur’an dari yang lain, tentu akan tiimbul perselisihan, baik didalam pemakaian bahasa atau dalam pengutaraan fikiran.
            Sekarang cobalah mentadabburi Al-Qur’an. Kamu akan mendapati didalamnya kata bukan sembarang kata, kalimat bukan sembarang kalimat. Bertambah kamu mentadabburi Al-Qur’an, bertambahlah I’jaz, lemah diri mu menghadapinya. Satu ayat tidak berlawanan dengan ayat yang lain, satu firman tidak selisih dengan firman yang lain, bahkan yang satu menggenapkan yang lain, ayat ini ditafsirkan oleh ayat yang itu.
            Jika seorang pembaca Al-Qur’an tidak bisa mentadabburi ayatnya kecuali dengan mengulang-ulang, hendaknya ia melakukannya. Inilah yang dilakukan Rasulullah Saw., para sahabat, dan orang-orang shaleh terdahulu. Mereka mengulang-ulang sebagian ayat untuk mentadabburi dan meresapinya sehingga mendapatkan manfaat dari tadabbur Al-Qur’an.
            4. Manfaat Tadabbur Al-Qur’an
            Dalam QS.Shad/38:29 asal lafaz يَدَّبَّرُوْآ adalah يَتَدَبَّرُوْآْ , kemudian huruf ت (ta) diidgamkan kepada huruf د (dal) sehingga jadilah يَدَّبَّرُوْآ - ءَايَاتِهِ (ayat-ayatnya) maksudnya supaya mereka memperhatikan makna-makna yang terkandung didalamnya, lalu mereka beriman karenanya[21]. Dipaparkan pula dalam tafsir Al-Azhar QS.Shad/38:29, “Supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya”, supaya mereka laksanakan tuntutannya. Dan dengan demikian tercapailah nilai hidup yang lebih tinggi dan mulia[22].
            Al-Qur’an adalah kitab yang sempurna mengandung bimbingan yang sangat bermanfaat kepada umat manusia. Bimbingan itu menuntun agar hidup sejahtera dunia dan bahagia di akhirat. Dengan merenungkan isinya, manusia akan menemukan cara-cara mengatur kemaslahatan hidup di dunia. Tamsil, ibarat dan dan kisah dari umat terdahulu menjadi pelajaran dalam menempuh tujuan hidup mereka dan menjauhi rintangan dan hambatan yang menghalangi[23].
            Selain mendapat pahala, manfaat tadabbur Al-Qur’an adalah penawar segala penyakit, menerangkan hati yang gelap, mewarisi kesenangan dan kekayaan, dan menjadi benteng yang kokoh sebagai pertahanan dari bahaya musuh. Negara yang melaksanakan hukum Al-Qur’an, dijamin keamanan dan kemakmurannya, karena apa saja yang berada dalam alam ini kesemuanya milik Allah, Dialah yang berhak membuat peraturannya.
            Sesungguhnya bagi setiap hamba akan mendapatkan sesuatu dari Al-Qur’an sesuai dengan kadarnya, oleh karena itu hendaklah seorang pembaca mentadabburi terlebih dahulu agar mengetahui makna dan maksud dari setiap pembicaraan yang ada di dalam Al-Qur’an. Sehingga ketika mendengar perintah atau larangan, dia akan mampu mengetahui sesuatu yang dilarang atau diperintahkan. Demikian pula halnya ketika dia mendengar janji atau ancaman. Ketika dia mendengar kisah-kisah orang terdahulu dan para nabi, selayaknya dia mengetahui bahwa cerita itu bukanlah tujuan. Sebab tujuannya adalah pelajaran yang dapat diambil darinya.
            Ibnu Mas’ud r.a berkata, “Barang siapa yang ingin mendapatkan ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang maka hendaklah ia menelaah Al-Qur’an. Sedangkan ilmu Al-Qur’an yang paling agung terdapat dibawah nama Allah Azza wa Jalla dan sifat-sifat-Nya, sebab tidak semua makhluk mampu mendapatkannya, kecuali sekedar perkara yang sesuai dengan kadar pemahaman mereka[24].
            Dengan tadabbur Al-Qur’an, kita akan mengetahui bahwa segala yang dilarang oleh Al-Qur’an ada suatu latar belakangnya. Melarang perzinaan, karena dia mencemarkan keturunan dan menimbulkan penyakit berbahaya. Melarang perjudian karena dia mewarisi kefakiran. Melarang melakukan riba, karena dia akan mengikis harta habis-habisan. Mengharamkan minum arak/ganja, heroin dll, makan bangkai, anjing dan babi, darah, karena semuanya adalah racun dan penyakit yang membawa kematian. Barang siapa menjadikan Al-Qur’an sebagai temannya, maka Al-Qur’an akan menemaninya nanti dalam kubur diwaktu krisis yang amat genting sekali, mengawalnya menuju padang mahsyar, menaunginya dari panas terik pada hari kiamat, memimpinnya kearah surga yang penuh rahmat.
            Orang yang mau mentadabburi Al-Qur’an dan merenungkannya niscaya akan mendapati kenyataan bahwa Al-Qur’an penuh dengan makna, mutiara-mutiara hikmah, gudang-gudang pengetahuan, hakikat-hakikat kenyataan, rahasia-rahasia kehidupan, (pemberitaan) alam-alam ghaib, beragam nilai, hukum-hukum yang menakjubkan, perumpamaan-perumpamaan yang ajaib, ayat-ayat yang jelas, bukti-bukti yang nyata dan peringatan yang keras[25]. Maka sangat merugilah orang-orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.
            5. Sanksi Bagi Mereka yang Tidak Tadabbur Al-Qur’an
            Didalam penafsiran QS.Al-Mu’minun/23:68, “maka apakah mereka tidak memperhatikan firman itu”. Demi Allah, jika mereka merenungkan Al-Qur’an, niscaya mereka menjumpai didalamnya larangan berbuat maksiat. Namun, mereka tidak merenungkannya sehingga merekapun binasa. Kemudian Allah mengingkari kaum kafir Quraisy[26].
            Dalam penafsiran lain, hati orang-orang musyrik lengah terhadap petunjuk Al-Qur’an yang mengandung kebahagiaan bagi manusia dalam urusan agama dan dunia mereka. Sekiranya mereka mau membaca dan memikirkannya,niscaya mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu adalah sebuah kitab yang berbicara tentang kebenaran, yang menetapkan bahwa segala perbuatan manusia, sekecil apapun itu pasti dihisab. Dan bahwa Tuhanmu tidak menganiaya seorangpun diantara hamba-Nya[27]
            Suatu ketika, Ibnu mas’ud mengingkari (perbuatan) suatu kaum dengan berkata, “Al-Qur’an itu diturunkan kepada mereka agar dipelajari, lalu mereka mengamalkan apa yang mereka telah pelajari dari sana. Tetapi yang dilakukan kaum itu hanya membaca Al-Qur’an dari surat Al-Fatihah sampai surat terakhir (An-Nas), tidak tertinggal satu huruf pun, sementara isinya tidak diamalkan”.
Al-Qur’an adalah imam kita, yang membawa kita kearah bahagia dunia dan akhirat, barang siapa menjadikannya sebagai ikutan yang dipatuhi, dia akan membimbing kita ke dalam surga, dan barang siapa meletakan dibelakang dengan arti tidak mengamalkannya, maka Al-Qur’an menjadi cambuk yang akan mendorongnya ke dalam jurang api neraka.
Karena Al-Qur’an adalah penjelas bagi ayat-ayat yang ada di langit dan di bumi, maka ketika seseorang melewatinya (tidak mentadabburinya) dan tidak meninggalkan bekas sama sekali, sama saja ia telah berpaling dari Al-Qur’an. Karena itulah ada (ulama) yang berkata, “Barang siapa yang tidak berakhlaq dengan akhlaq Al-Qur’an, maka Allah berseru padanya : “Mengapa kamu membaca kalam-Ku, padahal kamu berpaling dari-Ku. Jika kamu tidak segera bertaubat, tinggalkan saja kalam-Ku itu”. Sekiranya seseorang meninggalkan membaca Al-Qur’an, niscaya ia semakin jauh tersesat dan berhak mendapatkan murka Allah[28].
            Maka merugilah dari segala sisi orang yang meninggalkan tadabbur Al-Qur’an. Mereka tidak mendapat kemuliaan didunia dan diakhirat  dalam keilmuan serta kelapangan hati yang mereka dapatkan hanyalah ingkarnnya Allah terhadap mereka.
C. KESIMPULAN
            1. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang memberikan pengertian serta petunjuk yang menunjukan pada ilmu Allah dengan segala rahasia-Nya. Dengan memperhatikan keistimewaannya adalah jalan untuk memperoleh petunjuk, bahwa memang Al-Qur’an yang wajib diikuti, segala sesuatu yang terkandung didalamnya dapat diterima akal sesuai dengan fitrah juga terdapat jalan kebahagiaan didunia dan akhirat.
            2. Dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang terperinci. Terperinci disini yaitu karena di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang berhubungan akidah-akidah, hukum-hukum, akhlak kisah adapula yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dengan bahasa sastra yang tinggi, meski dikemukakan secara berulang-ulang tetapi tidak membosankan, justru masing-masing ayat saling memperkuat pengertian dan maknanya.
            3. Seseorang yang mentadabburi Al-Qur’an, seakan-akan diajak berdialog oleh Allah. Mengambil pengamalan dari pembelajaran Al-Qur’an itu. Bertambah kamu mentadabburi Al-Qur’an, bertambahlah I’jaz, lemah diri mu menghadapinya. Satu ayat tidak berlawanan dengan ayat yang lain, satu firman tidak selisih dengan firman yang lain, bahkan yang satu menggenapkan yang lain.
            4. Al-Qur’an diturunkan untuk direnungkan isinya secara menyeluruh. Orang yang mempergunakan akalnya yang sehat tentu akan mengakui kebenaran kandungannya dan akan mengakui bahwa Al-Qur’an itu bimbingan dari Allah. Bimbingan itu menuntun agar hidup sejahtera dunia dan bahagia di akhirat.
            5. Allah telah menurunkan Al-Qur’an agar fikiran kita terbimbing kepada yang benar, tetapi akibat dari mereka yang lalai terhadap tadabbur Al-Qur’an dan memperhatikan isinya akan menuntun mereka kepada mendustakan kebenarannya. Barang siapa meletakan dibelakang dengan arti lalai terhadap Al-Qur’an, maka Al-Qur’an menjadi cambuk yang akan mendorongnya ke dalam jurang api neraka.






REVERENSI
1.      Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet. Ke-VI, Juz I,(tt).
2.      Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:  Gema Insani Press : 1999, juz II, (tt).
3.      Ahmad Musthafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1993, Cet. Ke-II,Juz 15,(tt).
4.      Abdulmalik Abdulkarim Abdullah, Tafsir Al-Azhar, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985.
5.      Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press, 2003, Juz 15.
6.      Rafiah Basuki dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990, Cet. Ke- II, Juz 26.
7.      Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007,(tt).
8.      Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000.
9.      Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia Al-Qur’an: Agama dan Ilmu, Jakarta: CV.Rajawali, 1986.
10.  Abdul Halim Mahmud, Al-Qur’an di Bulan Qur’an, Jakarta : Studia Press,2000.
11.  Hapizh Dasuki, Kewajiban Muslim Terhadap Al-Qur’an, Jakarta : Jaya Press 1994.
12.  Ibrahim Eldeeb, Be a Living Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2009,(tt).


[1]Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm. 89.
[2] Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000), hlm. 63.
[3] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), Juz 15, hlm. 68.
[4]Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj.  (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet. Ke-VI, Juz I, hlm. 1063-1064.
[5] Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia Al-Qur’an: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV.Rajawali, 1986), hlm.59.
[6] Abdul Halim Mahmud, Al-Qur’an di Bulan Qur’an,(Jakarta : Studia Press,2000), hlm. 65.
[7] Ahmad Musthafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. (Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1993), Cet. Ke-II,Juz 15, hlm. 25.
[8] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), Juz 15, hlm.68-69.
[9] Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000), hlm.107.
[10] Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj.  (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet. Ke-VI Juz I, hlm. 841.
[11]Ibid,.hlm.462.
[12] Hapizh Dasuki, Kewajiban Muslim Terhadap Al-Qur’an, (Jakarta : Jaya Press 1994),  hlm. 45.
[13] Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm.129-130.
[14] Ibid,.hlm.19.
[15] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, (Jakarta:  Gema Insani Press : 1999), juz II, hlm. 763.
[16] Ibrahim Eldeeb, Be a Living Qur’an, terj. Faruq Zaini, (Jakarta : Lentera Hati, 2009), hlm. 125.
[17] Ibid.,hlm.20.
[18] Rafiah Basuki dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta : PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990), Cet. Ke- II, Juz 26, hlm.356.
[19] Ibid,.hlm.133-137.
[20] Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000), hlm.109-110.
[21] Jalaluddin As-Suyuti, juz II, hlm. 657.
[22] Abdulmalik Abdulkarim Abdullah, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hlm. 23.
[23] Ibid.,hlm.392.
[24]Abdul Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani Pustaka Hikmah, 2000), hlm.103.
[25] Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm.129.
[26] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, juz III, hlm.429-431.
[27] Ahmad Musthafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. (Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1993), Cet. Ke-II,Juz 15, hlm.72.
[28] Yusuf Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm.161-162.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar