MENTADABBURI
AL-QUR’AN
Oleh
: Siti Rachmah
A. PENDAHULUAN
Allah
menurunkan Al-Qur’an kitab-Nya yang abadi (berlaku sepanjang masa) agar dibaca
oleh lisan[1],
didengarkan oleh telinga, dipikirkan oleh akal, dan direnungkan dalam hati. Al-Qur’an
adalah denyut keimanan, sumber realistas ilmiah yang tepat, gaya bahasa dan
lirik yang indah, sekaligus khazanah kebijaksanaan dan munajat. Tentu hal ini
akan didapat bagi siapa orang yang mau menghayati, merenungi serta mentadabburi
Al-Qur’an dengan baik dan benar. Namun demikian, bagaimanakah cara mentadabburi
Al-Qur’an itu ?, karena masih banyak
diantara kita yang mengartikan tadabbur Al-Qur’an sekedar membaca hingga
mengkhatamkannya tanpa memaknai kandungan ayat-ayat indah yang berisikan rahasia-rahasia
sebagai acuan pedoman serta petunjuk.
Sebagai ajaran yang lengkap dan
sempurna, Al-Qur’an sendiri memberikan penjelasan tentang tadabbur Al-Qur’an,
manfaat juga sanksi yang pasti dengan pemaparan yang lebih jelas.
Berdasarkan firman Allah SWT di
bawah ini antara lain:
اِنَّ هَذَاالْقُرْءَانَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ.1
Sungguh,
Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus. (QS.Al-Isra
(17): 9).
. الر كِتَابٌ
اُحْكِمَتْ ءَايَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍ2
Alif
Lam Ra. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, kemudian
dijelaskan secara terperinci. (QS.Hud (11):
1).
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ
الْقُرْءَانَ اَمْ عَلَى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا.3
Maka
tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci?.
(QS.Muhammad (47): 24).
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ
غَيْرِاللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا .4
Maka
tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an ? sekiranya (Al-Qur’an) itu
bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertenntangan
didalamnya. (QS.An-Nisa (4):82).
كِتَابٌ اَنْزَلْنَاهُ اِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْاءَايَاتِهِ
وَلِيَتَذَكَّرَ اُوْلُوْا الْاَلْبَابِ.5
Kitab
(Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati
ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.
(QS.Shad (38): 29).
اَفَلَمْ يَدَّبَّرُوْا
الْقَوْلَ اَمْ جَاءَهُمْ مَّالَمْ يَاْتِ ءَابَاءَهُمُ الْاَوَّلِيْنَ.6
Maka
tidakkah mereka menghayati firman (Allah),atau adakah telah datang kepada
mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka terdahulu ?. (QS.Al-Mu’minun
(23): 68).
Dari beberapa ayat Al-Qur’an diatas,
diperlukan pemaparan serta penjelasan mengenai tadabbur Al-Qur’an yang benar,
agar umat Islam dapat memahami dan mewarnainya dalam seluruh segi kehidupan.
Sehingga bukan hanya didunia mendapat manfaat namun juga mendapat kemuliaan
diakhirat.
Dan
secara maudhu’i (tematik) menunjukan adanya kajian-kajian penting dalam
menjelaskan (menafsirkan) ayat-ayat Al-Qur’an diatas yang berhubungan dengan
“Mentadabburi Al-Qur’an”: Pertama, Al-Qur’an sebagai petunjuk dari
kata يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ . Kedua, Al-Qur’an ayatnya
terperinci dari kata ثُمَّ فُصِّلَتْ
. Ketiga, mentadabburi Al-Qur’an dari
kata يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْءَانَ . Keempat, manfaat
tadabbur Al-Qur’an dari kata لِيَدَّبَّرُوْآ
ءَايَاتِهِ . Kelima, sanksi
bagi mereka yang tidak tadabbur Al-Qur’an dari
kata يَدَّبَّرُوْا الْقَوْلَ . Berikut
pembahasannya :
B. PEMBAHASAN
1. Al-Qur’an Sebagai Petunjuk
Sesungguhnya
gambaran tentang Al-Qur’an yang paling jujur adalah yang diterangkan dalam
Al-Qur’an itu sendiri. Betapapun bagusnya seseorang berkata tentang sifatnya
dengan memberikan gambaran yang indah, mereka tidak akan mampu mengungguli
gambaran yang diberikan oleh Yang Menurunkannya, salah satunya yaitu sebagai
petunjuk bagi orang-orang yang mau mentadabburinya[2].
“Sesungguhnya
Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS.
Al-Isra : 9). Begitulah petunjuk ini dinyatakan dengan kalimat yang umum, agar
pernyataan ini meliputi siapa yang diberi petunjuk dan kemana ia akan
ditunjukan. Petunjuk Al-Qur’an ini bersifat menyeluruh untuk segala bangsa dan
pada semua generasi tanpa ada sekat-sekat geografis ataupun masa mana pun[3].
Kata يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ yang artinya Al-Qur’an
(memberikan petunjuk kepada) jalan (yang lebih lurus) lebih adil dan lebih
benar[4].
Yaitu bahwa barang siapa yang berkata dengannya, berarti ia berkata benar,
barang siapa berhukum dengannya, berarti hukumnya adil. Al-Qur’an akan
memberikan petunjuk kepada kalbu-kalbu yang mau menganalisanya dan akan
menerangi akal-akal yang mau memahaminya[5].
Dalam firman Allah QS. An Nahl ayat
64 pun menjelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan rahmat bagi kaum mukminin[6]
juga dalam QS. Ali Imran ayat 138 :
وَمَا اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ اِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ
الَّذِى اخْتَلَفُوْا فِيْهِ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
Dan
Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur’an) ini kepadamu (Muhammad), melainkan agar
engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, serta
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(QS.An-Nahl
(16): 64).
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِيْنَ
(Al-Qur’an) ini adalah
penjelasan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang
yang bertaqwa. (Ali Imran (3): 138).
Allah
SWT memuji Kitab suci ini, Al-Qur’anul Karim yang membimbing penganutnya kepada
jalan yang paling lurus. Yaitu agama yang benar dan ajaran yang mudah, dengan
tonggak-tonggaknya yang tangguh, yaitu tunduk kepada perintah-perintah Allah
dan tawakkal kepada-Nya[7]. Adapun
petunjuk yang disinari Al-Qur’an antara lain pada beberapa aspek berikut ini :
a. Al-Qur’an
memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus pada tataran ego dan hati
nurani, melalui akidah yang jelas dan mudah, tak ada yang rumit dan tak ada
yang sulit difahami.
b.
Al-Qur’an memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus di dalam
menyingkronkan antara lahir dan batin manusia, antara perasaan dan perilaku dan
antara akidah dan amal. Lalu semuanya dikaitkan secara kokoh dengan sebuah tali
yang kuat dan tak akan putus yaitu akidah yang diterangkan oleh Al-Qur’an.
c.
Al-Qur’an memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dalam segmen ibadah
dengan menyeimbangkan antara tugas yang dibebankan dengan kemampuan diri.
Sehingga, tidak ada tugas yang memberatkan diri lalu membuatnya bosan dan putus
asa dalam pelaksanaannya. Tetapi, ibadah juga tidak mempermudah dan terlalu
ringan hingga menjadikan diri malas dan berbuat seenaknya, serta tidak
melampaui batas-batas keseimbangan dan kemampuan manusia[8].
Sudah
jelas Al-Qur’an memberikan pemaparan, penerangan bahkan petunjuk di kehidupan
manusia. Adapun mereka yang tidak menggunakan Al-Qur’an sebagai petunjuk ,
mereka akan terbawa oleh ambisi dan hawa
nafsu manusia yang punya sifat ceroboh dan bodoh, tidak tahu apa yang
sebenarnya bermanfaat dan apa yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Al-Qur’an
tidak turun untuk Rasulullah saja, tetapi Al-Qur’an adalah obat penyembuh,
petunjuk, rahmat dan cahaya untuk seluruh alam. Oleh karena itulah, Allah
memerintahkan untuk mensyukuri nikmat kitab Al-Qur’an ini[9]. Memperhatikan
keistimewaannya adalah jalan untuk memperoleh petunjuk bahwa, Al-Qur’an memang
datang dari Allah.
Karena
itulah, betapa pentingnya manusia berpegang erat kepada Al-Qur’an yang merupakan petunjuk yang menuntun manusia
kepada cahaya kebenaran serta pedoman disetiap literatur kehidupan. Bahwasannya
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang memberikan pengertian serta petunjuk yang
menunjukan pada ilmu Allah dengan segala rahasia-Nya dengan ayatnya yang
terperinci.
2. Al-Qur’an Ayatnya Terperinci
Seperti firman Allah dalam QS.Hud:1
dari kata ثُمَّ فُصِّلَتْ yang artinya (serta
dijelaskan secara rinci) yang kandungan dalam Al-Qur’an menjelaskan
tentang hukum-hukum, kisah-kisah dan nasihat-nasihat[10].
Terperinci disini yaitu karena di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang
berhubungan akidah-akidah, hukum-hukum, akhlak kisah adapula yang berhubungan
dengan ilmu pengetahuan, seperti proses kejadian manusia.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu bagaikan
kalung mutiara dengan berbagai cahaya yang cemerlang serta dengan ikatan yang
rapi, memiliki nilai keseluruhan yang tinggi. Sesungguhnya Al-Qur’an itu dengan
kerapian susunan ayat-ayat dan uraiannya yang terperinci menurut isinya,
diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dengan
Bijaksana Dia turunkan ayat menurut kebutuhan hamba-hamba-Nya serta apa yang
baik untuk mereka[11].
Pasal ini amat luas sekali, tidak
bisa dihitung berapa banyaknya, dan tidak mungkin ditulis untuk selengkapnya
dalam buku/kitab. Kata Sayyidina Ali yang maksudnya : “seandainya aku
menginginkan untuk menafsirkan Surah Al-Fatihah, niscaya 70 hewan unta akan
membawa kitabnya tidak cukup”. Karena Al-Qur’an adalah kalam Illahi yang tidak
bisa ditandingi oleh jin dan manusia, Al-Qur’an adalah Mu’jizat sepanjang masa,
lengkap didalamnya kabar didunia ini, hal itu sudah tercatat dalam Al-Qur’an
yang suci. Kemajuan zaman sekarang, zaman komputer dengan alat elektronik yang
canggih dan sebagainya[12].
Karena itu para ulama berkata bahwa didalam
Al-Qur’an terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang. Ibnu
Abbas bahkan berkata “Andai saja aku kehilangan tali unta, niscaya aku akan
mendapatinya didalam Al-Qur’an”. Semua itu hanya dapat ditemukan melalui
perenungan dan tadabbur yang panjang terhadap Al-Qur’an, bukan dengan
serampangan dan tergesa-gesa[13].
Al-Qur’an adalah cahaya Allah untuk
para hamba-Nya. Ia menyinari fitrah dan akal manusia. Ia adalah cahaya di atas
cahaya. Diantara keistimewaan cahaya ini ialah dengan keterperincian ayatnya
dia menerangi dirinya sendiri, menyinari pihak lain, menyingkap yang
tersembunyi, menjelaskan hakikat, menolak kebathilan, menghindarkan syubhat, memberi
petunjuk orang-orang yang bingung dalam perjalanan atau kehilangan arah petunjuk,
dan menambah hidayah bagi orang-orang yang sudah mendapatkan petunjuk.
Sebagaimana kita wajib memperlakukan
Al-Qur’an dengan baik, kita juga wajib
mengikuti isinya, mengamalkannya, berhukum dengan syari’atnya, dan
menyeru kepada hidayah-Nya. Al-Qur’an adalah pegangan hidup untuk indivindu,
undang-undang untuk hukum, dan undang-undang dalam dakwah kepada Allah. Hal-hal
inilah yang dibahas dalam kitab yang rinci ini.
Terperincinya Al-Qur’an adalah
dengan kelebihanya yaitu membenarkan dan meneguhkan ajaran kitab-kitab
terdahulu, baik dalam masalah-masalah pokok (ushul), aqidah, maupun akhlaq,
tentunya kitab-kitab itu diselewengkan. Artinya, Al-Qur’an membersihkan
kitab-kitab terdahulu dari kotoran yang disusupkan manusia ke dalamnya sehingga
berubah menyimpang[14].
Dalam janji penjagaan Allah terhadap Al-Qur’an hingga akhir zaman dan sampai
saat ini pun tidak ada satupun yang terisi perkataan orang-orang munafik.
Sebagaimana
dikatakan oleh sastrawan arab-islam, Musthafa Shadiq ar-Rifa’i, Al-Qur’an
adalah kalimat-kalimat yang tersusun dari cahaya atau cahaya yang tersusun dari
kalimat-kalimat. Dalam penafsiran Mujahid, Qatadah dan dipilih oleh Ibnu Jarir
“Sebuah kitab yang ayat-ayatnya ditetapkan kemudian dijelaskan”. Yakni, yang
ditetapkan lafalnya, diterangkan maknanya, karena kitab ini sempurna baik
penampilannya maupun maknanya[15]
terutama bagi mereka yang mentadabburi Al-Qur’an.
3. Mentadabburi Al-Qur’an
Pembacaan
Al-Qur’an yang sebenar-benarnya adalah ketika lidah, otak dan hati semua ikut
serta didalamnya. Lidah dengan melafalkan setiap huruf Al-Qur’an dengan benar
dan baik, akal dengan menghayati dan memahami kandungannya, sedangkan hati
mengambil pelajaran[16].
Salah
satu adab batin dalam membaca Al-Qur’an yang paling penting ialah mentadabburi
(memperhatikan) makna-makna Al-Qur’an. Tadabbur artinya :
اَلنَّظَرُ فِي
الْاَدْبَارِ الْاُمُوْرِ، اَيْ فِي عُقُوْبِهَا وَمَالَاتِهَا
“Memperhatikan bagian akhir dari suatu urusan, yakni akibat dan
dampak-dampak urusan tersebut”.
Diantara
hak Al-Qur’an yang harus kita tunaikan adalah hendaknya kita memperlakukannya
dengan baik, yakni dalam hal menghafal, memperhatikan, membaca, mendengarkan,
mentadabburi, memahami, merenungi, dan menafsirkannya. Tidak ada lagi sesuatu
yang lebih baik selain Allah menjadikan kita paham akan maksud dan isi
Al-Qur’an. Allah menurunkan kitab-Nya adalah agar kita mentadabburinya,
mempelajari rahasia-rahasianya, dan mengeluarkan karunia-karunianya, sesuai
dengan kadar kemampuan dan kebutuhan kita[17].
Tadabbur ini mirip dengan Tafakkur(memikirkan), hanya saja tafakkur
memiliki arti mengkonsentrasikan pikiran dengan memperhatikan ayat-ayat
Al-Qur’an sebagai dalil, sedangkan tadabbur memiliki arti memperhatikan
akibat (dampak) dari ayat yang dibaca. Untuk mendorong manusia membaca
Al-Qur’an Allah berfirman pada QS. An-Nisa/4:82 & QS.Muhammad/47:24 dari
kata yang sama yaitu يَتَدَبَّرُوْنَ
الْقُرْءَانَ اَفَلاَ (maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ?).
Pada penafsiran QS.Muhammad/47:24 diterang kan 2 keadaan
orang-orang munafik. Adakalanya mereka mau memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an
apabila sampai kepada mereka, atau mereka memperhatikannya, tetapi arti dan
maknanya tidak sampai meresap ke hati mereka karena hati mereka telah terkunci.
Kemudian diterangkan mereka kembali kafir setelah ditunjukan kepada mereka
petunjuk-petunjuk Allah dan bukti-bukti yang kuat serta mukjizat yang nyata,
karena mereka termakan oleh tipu daya setan untuk mengerjakan perbuatan batil
dan terlarang[18].
Yang diakibatkan dari lalainya terhadap mentadabburi Al-Qur’an.
Ibnu ‘Abdil Bar dalam Jami’ Al-‘Ilm, meriwayatkan bahwa Ali
r.a. berkata, “Ingatlah, tidak ada kebaikan bagi ibadah yang tidak disertai
fiqih, tidak ada kebaikan bagi ilmu yang tidak disertai pemahaman, dan tidak
ada kebaikan bagi bacaan Al-Qur’an yang tidak disertai tadabbur”.
Imam
Al-Ghazali memiliki pendapat yang bagus dalam kitab Al-Ihya tentang
amalan-amalan hati yang perlu diperhatikan seseorang sebelum mentadabburi
Al-Qur’an. Antara lain :
a. fahmu ashlil kalam (memahami
asal-usul kalam), memahami keagungan kalam (Allah) dan kemuliaannya. Jika saja
bukan karena hakikat keagungan kalam-Nya tertutupi tabir huruf-huruf, niscaya
orang yang mendengar kalam itu tidak akan mampu menegakan tiang dan atap kehidupan.
Nyawanya terancam musnah seketika disebabkan begitu agungnya kekuatan dan
paparan cahaya kalam-Nya. Jika saja bukan karena Allah sudah terlebih dahulu
menguatkan Musa, niscaya dia tidak akan mampu mendengar keagungan kalam-Nya,
sebagaimana gunung (Tursina) yang tidak mampu menampung tanda-tanda
kemunculan-Nya, sehingga ia hancur pecah karenanya.
b. Ta’zhim, mengagungkan
Dzat yang memfirmankan Al-Qur’an (at-ta’dzim lil mutakallim). Ketika
seseorang mulai membaca Al-Qur’an, semestinya di dalam hatinya ia menghadirkan
rasa hormat kepada Dzat yang berfirman. Sudah semestinya ia menyadari bahwa apa
yang dibacanya bukanlah kalam manusia. Ia harus menyadari bahwa didalam membaca
Al-Qur’an terdapat kehormatan yang agung. Contoh yang melakukan pengagungan ini
adalah Ikrimah bin Abi Jahal. Jika mushaf Al-Qur’an dibentangkan dihadapannya,
ia langsung gemetar (hampir pingsan) seraya berkata, “itu kalam Rabb-ku..! itu
kalam Rabb-ku…!”.
c. Hudhurul Qalb wa tarkun nafs
(menghadirkan hati dan meninggalkan nafsu), ada seseorang berkata pada orang
lain, “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, ajaklah jiwamu membicarakan sesuatu”.
Kemudian dijawablah olehnya, “Adakah sesuatu yang lebih aku cintai dari pada
Al-Qur’an sehingga aku harus mengajak jiwaku membicarakan sesuatu lain itu?”.
Bagaiman mungkin seorang seseorang mencari kesenangan denagn memikirkan hal
lain, padahal dirinya berada dalam taman yang indah itu. Setelah ketiga perkara
ini terlaksana dengan baik baru kemudian tadabbur akan dilakukan dengan penuh
keikhlasan[19].
Orang yang mau mentadabburi
Al-Qur’an dan merenungkannya niscaya akan mendapati kenyataan bahwa Al-Qur’an
penuh dengan makna, mutiara-mutiara hikmah, gudang-gudang pengetahuan,
hakikat-hakikat kenyataan, rahasia-rahasia kehidupan, (pemberitaan) alam-alam
ghaib, beragam nilai, hukum-hukum yang menakjubkan, perumpamaan-perumpamaan
yang ajaib, ayat-ayat yang jelas, bukti-bukti yang nyata dan peringatan yang
keras. Maka sangat merugilah orang-orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.
Seseorang yang mentadabburi Al-Qur’an, seakan-akan diajak berdialog
oleh Allah. Jika dia mampu, dia tidak mengambil pengamalan dari pembelajaran
Al-Qur’an itu, akan tetapi dia akan membacanya sebagaimana seorang hamba
membaca surat majikannya yang ditulis untuknya, sehingga dia akan memikirkannya
dan melaksanakan kehendak majikannya. Untuk inilah sebagian ulama berkata,
“Al-Qur’an ini adalah kumpulan surat yang datang kepada kita, dari pihak Sang
Pemelihara Yang Maha Gagah lagi Maha Mulia sesuai perjanjiannya, kita harus
mempelajarinya di majlis-majlis dan kita merenungkannya disaat sendirian, lalu
kita mempraktikannya dalam ketaatan dan sunah-sunah yang diikuti”[20]
Renungkanlah Al-Qur’an dengan
baik-baik. Kamu sendiri akan merasakan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan
manusia, bukan karangan ahli syair dan bukan renungan ahli tenung (kahin), dan
bukan kata dari Muhammad walaupun keluar dari mulutnya sendiri. Tidak ada yang
lain yang sanggup menyusun kata sebagai demikian. Kalaupun Al-Qur’an dari yang
lain, tentu akan tiimbul perselisihan, baik didalam pemakaian bahasa atau dalam
pengutaraan fikiran.
Sekarang cobalah mentadabburi
Al-Qur’an. Kamu akan mendapati didalamnya kata bukan sembarang kata, kalimat
bukan sembarang kalimat. Bertambah kamu mentadabburi Al-Qur’an, bertambahlah
I’jaz, lemah diri mu menghadapinya. Satu ayat tidak berlawanan dengan ayat yang
lain, satu firman tidak selisih dengan firman yang lain, bahkan yang satu
menggenapkan yang lain, ayat ini ditafsirkan oleh ayat yang itu.
Jika seorang pembaca Al-Qur’an tidak
bisa mentadabburi ayatnya kecuali dengan mengulang-ulang, hendaknya ia
melakukannya. Inilah yang dilakukan Rasulullah Saw., para sahabat, dan
orang-orang shaleh terdahulu. Mereka mengulang-ulang sebagian ayat untuk
mentadabburi dan meresapinya sehingga mendapatkan manfaat dari tadabbur
Al-Qur’an.
4. Manfaat Tadabbur Al-Qur’an
Dalam
QS.Shad/38:29 asal lafaz يَدَّبَّرُوْآ adalah يَتَدَبَّرُوْآْ , kemudian
huruf ت (ta) diidgamkan
kepada huruf د (dal) sehingga jadilah يَدَّبَّرُوْآ
- ءَايَاتِهِ (ayat-ayatnya)
maksudnya supaya mereka memperhatikan makna-makna yang terkandung didalamnya,
lalu mereka beriman karenanya[21]. Dipaparkan
pula dalam tafsir Al-Azhar QS.Shad/38:29, “Supaya mereka merenungkan
ayat-ayatnya”, supaya mereka laksanakan tuntutannya. Dan dengan demikian
tercapailah nilai hidup yang lebih tinggi dan mulia[22].
Al-Qur’an adalah kitab yang sempurna
mengandung bimbingan yang sangat bermanfaat kepada umat manusia. Bimbingan itu
menuntun agar hidup sejahtera dunia dan bahagia di akhirat. Dengan merenungkan
isinya, manusia akan menemukan cara-cara mengatur kemaslahatan hidup di dunia. Tamsil,
ibarat dan dan kisah dari umat terdahulu menjadi pelajaran dalam menempuh
tujuan hidup mereka dan menjauhi rintangan dan hambatan yang menghalangi[23].
Selain mendapat pahala, manfaat
tadabbur Al-Qur’an adalah penawar segala penyakit, menerangkan hati yang gelap,
mewarisi kesenangan dan kekayaan, dan menjadi benteng yang kokoh sebagai
pertahanan dari bahaya musuh. Negara yang melaksanakan hukum Al-Qur’an, dijamin
keamanan dan kemakmurannya, karena apa saja yang berada dalam alam ini kesemuanya
milik Allah, Dialah yang berhak membuat peraturannya.
Sesungguhnya bagi setiap hamba akan
mendapatkan sesuatu dari Al-Qur’an sesuai dengan kadarnya, oleh karena itu
hendaklah seorang pembaca mentadabburi terlebih dahulu agar mengetahui makna dan
maksud dari setiap pembicaraan yang ada di dalam Al-Qur’an. Sehingga ketika
mendengar perintah atau larangan, dia akan mampu mengetahui sesuatu yang
dilarang atau diperintahkan. Demikian pula halnya ketika dia mendengar janji
atau ancaman. Ketika dia mendengar kisah-kisah orang terdahulu dan para nabi,
selayaknya dia mengetahui bahwa cerita itu bukanlah tujuan. Sebab tujuannya
adalah pelajaran yang dapat diambil darinya.
Ibnu Mas’ud r.a berkata, “Barang
siapa yang ingin mendapatkan ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang
akan datang maka hendaklah ia menelaah Al-Qur’an. Sedangkan ilmu Al-Qur’an yang
paling agung terdapat dibawah nama Allah Azza wa Jalla dan sifat-sifat-Nya,
sebab tidak semua makhluk mampu mendapatkannya, kecuali sekedar perkara yang
sesuai dengan kadar pemahaman mereka[24].
Dengan tadabbur Al-Qur’an, kita akan
mengetahui bahwa segala yang dilarang oleh Al-Qur’an ada suatu latar
belakangnya. Melarang perzinaan, karena dia mencemarkan keturunan dan
menimbulkan penyakit berbahaya. Melarang perjudian karena dia mewarisi
kefakiran. Melarang melakukan riba, karena dia akan mengikis harta
habis-habisan. Mengharamkan minum arak/ganja, heroin dll, makan bangkai, anjing
dan babi, darah, karena semuanya adalah racun dan penyakit yang membawa
kematian. Barang siapa menjadikan Al-Qur’an sebagai temannya, maka Al-Qur’an
akan menemaninya nanti dalam kubur diwaktu krisis yang amat genting sekali,
mengawalnya menuju padang mahsyar, menaunginya dari panas terik pada hari
kiamat, memimpinnya kearah surga yang penuh rahmat.
Orang yang mau mentadabburi
Al-Qur’an dan merenungkannya niscaya akan mendapati kenyataan bahwa Al-Qur’an
penuh dengan makna, mutiara-mutiara hikmah, gudang-gudang pengetahuan,
hakikat-hakikat kenyataan, rahasia-rahasia kehidupan, (pemberitaan) alam-alam
ghaib, beragam nilai, hukum-hukum yang menakjubkan, perumpamaan-perumpamaan
yang ajaib, ayat-ayat yang jelas, bukti-bukti yang nyata dan peringatan yang
keras[25].
Maka sangat merugilah orang-orang yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.
5. Sanksi Bagi Mereka yang Tidak
Tadabbur Al-Qur’an
Didalam
penafsiran QS.Al-Mu’minun/23:68, “maka apakah mereka tidak memperhatikan
firman itu”. Demi Allah, jika mereka merenungkan Al-Qur’an, niscaya mereka
menjumpai didalamnya larangan berbuat maksiat. Namun, mereka tidak
merenungkannya sehingga merekapun binasa. Kemudian Allah mengingkari kaum kafir
Quraisy[26].
Dalam penafsiran lain, hati
orang-orang musyrik lengah terhadap petunjuk Al-Qur’an yang mengandung
kebahagiaan bagi manusia dalam urusan agama dan dunia mereka. Sekiranya mereka
mau membaca dan memikirkannya,niscaya mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu
adalah sebuah kitab yang berbicara tentang kebenaran, yang menetapkan bahwa
segala perbuatan manusia, sekecil apapun itu pasti dihisab. Dan bahwa Tuhanmu
tidak menganiaya seorangpun diantara hamba-Nya[27]
Suatu ketika, Ibnu mas’ud
mengingkari (perbuatan) suatu kaum dengan berkata, “Al-Qur’an itu diturunkan
kepada mereka agar dipelajari, lalu mereka mengamalkan apa yang mereka telah
pelajari dari sana. Tetapi yang dilakukan kaum itu hanya membaca Al-Qur’an dari
surat Al-Fatihah sampai surat terakhir (An-Nas), tidak tertinggal satu huruf
pun, sementara isinya tidak diamalkan”.
Al-Qur’an
adalah imam kita, yang membawa kita kearah bahagia dunia dan akhirat, barang
siapa menjadikannya sebagai ikutan yang dipatuhi, dia akan membimbing kita ke
dalam surga, dan barang siapa meletakan dibelakang dengan arti tidak
mengamalkannya, maka Al-Qur’an menjadi cambuk yang akan mendorongnya ke dalam
jurang api neraka.
Karena
Al-Qur’an adalah penjelas bagi ayat-ayat yang ada di langit dan di bumi, maka
ketika seseorang melewatinya (tidak mentadabburinya) dan tidak meninggalkan
bekas sama sekali, sama saja ia telah berpaling dari Al-Qur’an. Karena itulah
ada (ulama) yang berkata, “Barang siapa yang tidak berakhlaq dengan akhlaq
Al-Qur’an, maka Allah berseru padanya : “Mengapa kamu membaca kalam-Ku, padahal
kamu berpaling dari-Ku. Jika kamu tidak segera bertaubat, tinggalkan saja
kalam-Ku itu”. Sekiranya seseorang meninggalkan membaca Al-Qur’an, niscaya ia
semakin jauh tersesat dan berhak mendapatkan murka Allah[28].
Maka merugilah dari segala sisi
orang yang meninggalkan tadabbur Al-Qur’an. Mereka tidak mendapat kemuliaan
didunia dan diakhirat dalam keilmuan
serta kelapangan hati yang mereka dapatkan hanyalah ingkarnnya Allah terhadap
mereka.
C.
KESIMPULAN
1. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang
memberikan pengertian serta petunjuk yang menunjukan pada ilmu Allah dengan
segala rahasia-Nya. Dengan memperhatikan keistimewaannya adalah jalan untuk
memperoleh petunjuk, bahwa memang Al-Qur’an yang wajib diikuti, segala sesuatu
yang terkandung didalamnya dapat diterima akal sesuai dengan fitrah juga
terdapat jalan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2. Dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang
terperinci. Terperinci disini yaitu karena di dalam Al-Qur’an terdapat ayat
yang berhubungan akidah-akidah, hukum-hukum, akhlak kisah adapula yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan dengan bahasa sastra yang tinggi, meski
dikemukakan secara berulang-ulang tetapi tidak membosankan, justru
masing-masing ayat saling memperkuat pengertian dan maknanya.
3. Seseorang yang mentadabburi
Al-Qur’an, seakan-akan diajak berdialog oleh Allah. Mengambil pengamalan dari
pembelajaran Al-Qur’an itu. Bertambah kamu mentadabburi Al-Qur’an, bertambahlah
I’jaz, lemah diri mu menghadapinya. Satu ayat tidak berlawanan dengan ayat yang
lain, satu firman tidak selisih dengan firman yang lain, bahkan yang satu
menggenapkan yang lain.
4. Al-Qur’an diturunkan untuk
direnungkan isinya secara menyeluruh. Orang yang mempergunakan akalnya yang
sehat tentu akan mengakui kebenaran kandungannya dan akan mengakui bahwa
Al-Qur’an itu bimbingan dari Allah. Bimbingan itu menuntun agar hidup sejahtera
dunia dan bahagia di akhirat.
5. Allah telah menurunkan Al-Qur’an
agar fikiran kita terbimbing kepada yang benar, tetapi akibat dari mereka yang
lalai terhadap tadabbur Al-Qur’an dan memperhatikan isinya akan menuntun mereka
kepada mendustakan kebenarannya. Barang siapa meletakan dibelakang dengan arti
lalai terhadap Al-Qur’an, maka Al-Qur’an menjadi cambuk yang akan mendorongnya
ke dalam jurang api neraka.
REVERENSI
1.
Jalaluddin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain,Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet.
Ke-VI, Juz I,(tt).
2.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan
dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Press : 1999, juz II, (tt).
3.
Ahmad Musthafa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1993,
Cet. Ke-II,Juz 15,(tt).
4.
Abdulmalik
Abdulkarim Abdullah, Tafsir Al-Azhar, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985.
5.
Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press, 2003, Juz 15.
6.
Rafiah Basuki
dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990,
Cet. Ke- II, Juz 26.
7.
Yusuf
Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, Yogyakarta:
Mardhiyah Press,2007,(tt).
8.
Abdul Halim
Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, Yogyakarta : Madani
Pustaka Hikmah, 2000.
9.
Muhammad Ismail
Ibrahim, Sisi Mulia Al-Qur’an: Agama dan Ilmu, Jakarta: CV.Rajawali,
1986.
10. Abdul Halim Mahmud, Al-Qur’an di Bulan Qur’an, Jakarta :
Studia Press,2000.
11. Hapizh Dasuki, Kewajiban Muslim Terhadap Al-Qur’an, Jakarta
: Jaya Press 1994.
12. Ibrahim Eldeeb, Be a Living Qur’an, Jakarta : Lentera Hati,
2009,(tt).
[1]Yusuf
Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali
Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm. 89.
[2]
Abdul Halim
Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani
Pustaka Hikmah, 2000), hlm. 63.
[3]
Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), Juz 15, hlm. 68.
[4]Jalaluddin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet. Ke-VI, Juz I, hlm.
1063-1064.
[5]
Muhammad Ismail
Ibrahim, Sisi Mulia Al-Qur’an: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV.Rajawali,
1986), hlm.59.
[6]
Abdul Halim
Mahmud, Al-Qur’an di Bulan Qur’an,(Jakarta : Studia Press,2000), hlm.
65.
[7]
Ahmad Musthafa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. (Semarang : Karya Toha Putra
Semarang, 1993), Cet. Ke-II,Juz 15, hlm. 25.
[8]
Sayyid Quthb, Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), Juz 15, hlm.68-69.
[9]
Abdul Halim
Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani
Pustaka Hikmah, 2000), hlm.107.
[10]
Jalaluddin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), Cet. Ke-VI Juz I, hlm. 841.
[11]Ibid,.hlm.462.
[12]
Hapizh Dasuki, Kewajiban
Muslim Terhadap Al-Qur’an, (Jakarta : Jaya Press 1994), hlm. 45.
[13]
Yusuf
Al-Qardhawi, Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali
Imron,(Yogyakarta: Mardhiyah Press,2007), hlm.129-130.
[14]
Ibid,.hlm.19.
[15]
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan
dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press : 1999), juz II, hlm. 763.
[16]
Ibrahim Eldeeb,
Be a Living Qur’an, terj. Faruq Zaini, (Jakarta : Lentera Hati, 2009),
hlm. 125.
[17]
Ibid.,hlm.20.
[18]
Rafiah Basuki
dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta : PT.Dana Bhakti Wakaf, 1990),
Cet. Ke- II, Juz 26, hlm.356.
[19]
Ibid,.hlm.133-137.
[20]
Abdul Halim
Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani
Pustaka Hikmah, 2000), hlm.109-110.
[21]
Jalaluddin As-Suyuti,
juz II, hlm. 657.
[22]
Abdulmalik
Abdulkarim Abdullah, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985),
hlm. 23.
[23]
Ibid.,hlm.392.
[24]Abdul Halim
Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, (Yogyakarta : Madani
Pustaka Hikmah, 2000), hlm.103.
[25]
Yusuf Al-Qardhawi,
Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta:
Mardhiyah Press,2007), hlm.129.
[26]
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i,
juz III, hlm.429-431.
[27]
Ahmad Musthafa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, terj. (Semarang : Karya Toha Putra Semarang,
1993), Cet. Ke-II,Juz 15, hlm.72.
[28]
Yusuf Al-Qardhawi,
Kayfa Nata’amalu ma’a Al-Qur’an Al-Azhim, terj. Ali Imron,(Yogyakarta:
Mardhiyah Press,2007), hlm.161-162.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar